Malam semakin larut terasa sunyi dan mencekam. Hawanya terasa seakan mematikan atmosfer di sekitarnya. Motor Ayyut melaju kencang membela jalanan kota yang sepi tak berpenghuni, bahkan jangkrik pun tak berani bersuara. Nazri memeluk erat-eart pinggang Ayyut. Pria itu sangat fokus melajukan motornya tak sadar dengan ketukutan Nazri karena Ayyut yang mengebut.
“Ayyut, pelan sedikit!” ujar Nazri setengah berteriak.
“Tidak bisa, kita melewati lokasi rawan,” jawab Ayyut membuat Nazri bungkam tak berani lagi bersuara. Tubuhnya jadi menggigil apalagi ketika mendengar kata ‘Rawan’. Pikiran-pikiran buruk jadi hinggap di otak Nazri. Ia semakin mengeratkan pelukannya di perut Ayyut. Matanya ia tutup rapat-rapat tak berani menatap jalanan sepi.
Ayyut menyunggingkan senyum tipis ketika tak sengaja ia menoleh ke spion motor menampakkan pantulan ekpresi ketakutan Nazri yang terasa lucu sangat bagi Ayyut.
Malam ini Nazri memutuskan sepenuhnya dirinya ikut dengan Ayyut. Ia tak berani pulang ke rumah orang tuanya takut memberi malu keluarga mengingat dirinya baru saja menikah tak mungkin ia pulang, apalagi sekarang pakaian pengantinnya masih melekat sempurna di tubuhnya. Dan untuk rumah suaminya, Nazri tidak tahu alamat rumah Mahmmed karena Mahmed tidak satu tempat tinggal dengan orang tuanya. Dari yang Nazri dengar pria yang telah menjadi suaminya itu tinggal di sebuah perumahan. Namun, sayangnya Nazri tidak tahu alamatnya begitu juga dengan Ayyut.
"Ini di mana?"
"Kos Buyung. Teman aku."
"Cepat turun!" Titah Ayyut sembari melepaskan helem dari kepalanya dan menerima helm dari tangan Nazri.
Usai memasukkan motornya ke teras rumah, Ayyut melangkah lebih dulu disusul oleh Nazri yang terlihat ragu.
"Yung, Buyung...."
"Buyung buka pintu!" Suara Ayyut terdengar agak kuat. Ia menggedor pintu kos Buyung yang beruntung hanya tiga kali ketukan pintu sudah dibuka oleh empunya.
"Ada ap...apa?" Buyung yang masih belum sadar sepenuhnya melongo melihat Ayyut menerobos masuk rumah sembari mengandeng tangan seorang gadis cantik berpakaian pengantin yang sebagian tubuhnya ditutupi oleh jas hitam.
"Buatin teh! Kita haus."
"Kamu gila ya? Ada apa ini? Jangan bilang kalian kawin lari."
"Bisa diam gak? Cepat bikin teh dulu!" Sorot mata Ayyut menatap tajam Buyung yang kebingungan sekaligus geram. Bingung melihat sepasang calon pengantin dadakan dan geram karena Ayyut tidak ada sopan santunnya memerintah dirinya seenaknya.
"Yang Tuan rumah siapa? Yang memerintah siapa? Dasar tidak tahu diri!" Buyung berdecak kesal dengan geram memasuki dapur menuruti permintaan Ayyut. Ralat perintah.
Nazri diam saja melihat sikap dingin Ayyut kepada temannya itu bukanlah hal yang menganehkan bagi Nazri. Sedari kecil Ayyut terkenal memiliki sifat cuek tak mempedulikan orang sekitarnya dan hanya satu manusia di dunia ini yang sangat berarti bagi hidupnya, yaitu Nazri. Tak ada lagi sosok seorang pun selain gadis yang duduk di sampingnya ini.
"Kamu kedinginan?" tanya Ayyut perhatian.
"Enggak" bohong Nazri sementara kedua telapak tangannya ia usapkan berusaha untuk menghadirkan kehangatan. Ayyut mendengus. Ia beranjak seenaknya ke kamar Buyung mengambil selimut lumayan tebal dan langsung membalutkan ke tubuh Nazri.
"Yut" protes Nazri menatap tajam manik mata Ayyut, tapi tak di pedulikan oleh pria itu.