Displacement

Noera Ilyana
Chapter #2

AXIS 1

Keesokkan harinya, suara alarm yang memekakkan telinga berbunyi di dalam sebuah apartemen berukuran studio. Berbagai jenis pakaian bertebaran serta tumpukan buku hampir ada di semua sudut ruangan. Tak terkecuali peralatan makan yang entah sudah berapa hari tidak dibersihkan.

Suara alarm kembali berbunyi membuat empunya mau tak mau menggapai sumber suara. Dengan mengandalkan sedikit kesadaran, ia mencoba meraih gawai di meja dekat tempat tidur. Namun, apa yang terjadi sungguh di luar dugaan. Sang pemilik jatuh berdebam dari tempat tidur. Rintihan terdengar kemudian.

Setelah berhasil meraih gawai, bunyi alarm segera dimatikan. Setengah sadar, ia mengecek beberapa pesan yang masuk melalui aplikasi whatsapp. Matanya membulat sempurna ketika membaca sebuah pesan.

Astaghfirullah! Kesiangan kerja!”

Dalam waktu kurang dari setengah jam, wanita berkerudung biru muda itu sudah berada di dalam MRT. Jika saja tidak tertidur lagi setelah salat Subuh, mungkin ia sudah berada di tempat kerja.

Tidak sulit untuk menggapai tujuannya, mengingat stasiun MRT terletak tak jauh dari apartemen dan juga tempat kerjanya. Kemungkinan tersesat di kala darurat seperti sekarang, tidak akan pernah terjadi. Setidaknya itu menurutnya.

Selama perjalanan menuju tempat kerja, wanita itu memerhatikan isi gerbong yang padat. Suasananya memang tidak berbeda jauh dengan transportasi umum serupa di tempat tinggalnya dulu. Perbedaannya, di sini ia mendengar percakapan dalam bahasa ibunya.

Hanya beberapa menit, ia sudah sampai di stasiun tujuan. Setelah menaiki tangga, tampaklah pemandangan yang masih asing bagi penglihatannya. Gedung pencakar langit modern, kendaraan bermotor yang ramai berlalu lalang disertai bunyi bisingnya, ditambah polusi memenuhi udara pagi itu.

Pikirannya melayang ke tempat tinggalnya dahulu, di negara empat musim yang sejuk khas pegunungan. Gedung bernuansa kuno, kendaraan bermotor yang dapat dihitung dengan jari, dan penduduk berlalu lalang ataupun sekadar bermain permainan tradisional di alun-alun kota. Terkadang di antara mereka saling mengenal lalu berbincang sembari menikmati alunan musik yang disajikan para pengamen jalanan.

Wanita itu mengulum senyum, seraya merogoh kamera polaroid dari tas ransel miliknya. Netranya secara naluriah menangkap objek di sepanjang trotoar yang dilaluinya. Objeknya pun mungkin dianggap biasa oleh orang lain : pohon di trotoar dengan hiruk pikuk jalan raya sebagai latarnya.

Keasyikannya terusik, saat raungan mobil ambulans terdengar. Petugas medis dengan dibantu satpam, bergegas menuju mobil ambulans yang sudah berhenti. Pintu belakang ambulans terbuka dan tampaklah sosok pria yang sedang menekan dada seseorang.

Wanita itu merasa tak asing dengan sosok pria yang tampak sedang berjuang menyelamatkan nyawa. Rasa penasarannya urung, ketika melihat kondisi orang yang berada di atas brankar bersimbah darah. Keringat dingin membasahi kedua telapak tangannya, seiring dengan debaran dada yang tak teratur.

“Kecelakaan tunggal! Pasien mengalami trauma dan syok. Tekanan darah …,” ujar pria itu sembari bergegas berlari memasuki Instalasi Gawat Darurat.

Mau tak mau dengan disertai peluh yang mulai membasahi pelipisnya, wanita itu melangkah perlahan menuju area Instalasi Gawat Darurat. Sikapnya ini, membuat seorang satpam menegurnya.

“Maaf, apakah Anda keluarga pasien atau ….”

Lihat selengkapnya