Aku masih terheran-heran menatap Ali. "Mbak Risma kesambet tuh, Bu!" celetuknya sambil terkekeh.
"Hus! Jangan sembarangan kamu!" jawab ibu sambil nabok lengan anak bontotnya itu. "udah cepet masuk, malah bengong!" ucap ibu lagi. Kali ini menepuk pundakku.
Kami masuk dan mengunci pintu. Pikiran ini masih belum sadar sepenuhnya, apa yang terjadi kali ini membuatku bingung. Meski bukan pertama kalinya, tapi jika dikerjai dan diteror makhluk seperti itu rasanya seram juga.
"Mbak!"
"Apa sih! Ngagetin aja deh!" ucapku kesal saat bocah berkulit sawo matang itu memanggilku secara tiba-tiba dari arah belakang.
"Hehehe ... maaf. Kenapa sih? Kok aneh gitu mukanya? Pasti lihat sesuatu ya?" Bocah itu paling kepo saat melihat gelagat aneh yang sedang kualami.
Bukan Ali namanya kalau tidak bisa diam. Ia akan terus mengorek apa yang dia ingin ketahui, apalagi kalau berbau mistis. Gayanya sih memang pemberani, pernah waktu itu aku kesurupan malah dia ajak gelut. Ibu selalu tertawa saat bercerita masalah itu.
Kadang aku sampai berdoa supaya kemampuanku ini dipindahkan saja buat Ali. Aku lelah! Beberapa kali mendatangi ustadz untuk menutup mata batinku, tapi tetap nihil. Paling beberapa hari bisa aman. Selanjutnya balik lagi. Terakhir sempat beberapa bulan tak melihat hal ghaib dan lainnya. Namun, saat salah satu temanku kesurupan tiba-tiba aku melihat sesuatu dari dalam tubuhnya.
Entah kenapa sejak saat itu aku bisa melihat dan merasakan semuanya kembali. Dan sejak saat itu pula kami menyerah.
"Ya sudahlah, Ris. Kamu terima saja dulu. Mungkin memang jalan yang Allah kasih buat kamu. Yang penting jangan tinggalkan salat, ngaji dan terus berdzikir. Allah tidak akan memberikan sesuatu tanpa alasan, siapa tahu itu menjadikan manfaat. Tapi jika itu terus mengganggu, nanti kita pikirkan lagi, ya?" Begitulah kata bapak dan ibu.
"Mbak!" panggilnya lagi. Seketika aku melengos dan menjauh darinya. Lebih baik aku pergi daripada harus menceritakan kejadian itu padanya. Bisa-bisa mulutnya ember.
"Kok malah pergi sih? Ditanyain juga!" ucapnya terdengar kesal.
"Dijawab kenapa sih, Ris? Kamu kaya gak tahu adikmu saja, tinggal jawab kelar, 'kan?" ujar ibu. Ia menggeser kursi kayu lalu duduk di sampingku yang tengah menuang air putih ke dalam gelas. Gara-gara makhluk itu aku jadi haus.
Ibu dan Ali seolah menunggu penjelasanku, bak wartawan yang akan mewawancarai narasumbernya. Dengan terpaksa kuceritakan semua kejadian yang barusan kualami. Namun, aku tak mengatakan jika sosok wanita itu kutemui saat di rumah Dewi.
"Ha ha ha ha ...." Ali terpingkal-pingkal mendengar ceritaku. Apanya yang lucu coba? Ini yang membuatku malas cerita dengan bocah tengil itu. Bukannya takut malah kaya nonton Opera Van Java, ngakak aja terus sampe giginya rontok!
"Jadi itu sebabnya kamu ninggalin motor? Untung depan rumah, kalau masih di jalan gimana? Motor kamu bisa ilang, Neng!" kata ibu.
"Ibu lebih sayang motor daripada sama aku gitu?"
"Ya enggak gitu, kamu itu kaya baru lihat hantu aja. Bukanya udah biasa?" Perkataan ibu membuat Ali semakin terbahak. Bener-bener nih anak, aku sumpahin dia ketemu tuh hantu, biar tau rasa!
"Tau ah! Lagian ini juga salah kalian, kenapa aku ketuk-ketuk pintu gak ada yang nyaut?"
"Ibu lagi salat, Neng. Ali katanya di kamar mandi, jadi gak denger pas kamu ketuk pintu. Ibu sempet denger suara minta tolong, pas kami keluar gak ada siapa-siapa. Cuma ada motor kamu," paparnya.
"Oh ... ya udah. Aku mau tidur, Bu. Ngantuk."
"Ya sudah, jangan lupa Isya dulu sebelum tidur." Aku mengangguk lalu pergi ke kamar mandi untuk mengambil wudhu.