"Cepet ngapa Mbak! Ini udah kesiangan," kata Ali sambil mengecek arlojinya.
"Em ... maaf, Al. Mbak gak bisa nganterin kamu, kamu naik angkot aja, ya?" jawabku sambil memakai helm. Buru-buru menghindar.
"Yee ... gimana sih? Pelit banget cuma nebeng doang! Kan searah kita, Mbak."
"Pokoknya Mbak gak bisa, Mbak udah janji mau jemput temen Mbak. Udah kamu naik angkot aja, atau ojek biar cepet," kilahku berusaha meyakinkan bocah itu. Lebih baik aku yang celaka sendiri, daripada Ali ikut kena imbas akibat ulah si Kunti itu.
Aku mengambil dompet, lalu memberinya uang dua puluh ribuan, "Nih, buat ongkos kamu naik ojek. Mbak berangkat dulu, daaah ...," ucapku sambil menstarter motor, kemudian berlalu meninggalkan adikku.
Maaf ya Al, Mbak cuma gak mau kamu ikut celaka. Perasaan Mbak udah gak enak liat bayangan tadi.
Sampai sekarang aku masih tak percaya dengan apa yang terjadi dalam diriku. Aku melihat kejadian yang sudah lampau bahkan yang akan terjadi dalam waktu tertentu. Entah ini kemampuan atau apa? Yang sebenarnya adalah, aku tak ingin melihat itu. Sebisa mungkin tak mempercayainya, meski apa yang aku lihat itu hampir semuanya terjadi.
Sebentar lagi aku melewati persimpangan jalan, semoga saja apa yang aku lihat tadi tak benar-benar terjadi. Aku was-was, dalam hati terus menyebut nama-Nya.
Namun, aku merasa aneh saat melihat di kaca spion. Beberapa orang yang mungkin akan menyeberang jalan terlihat meneriakiku sambil melambaikan tangan. Apa ada yang aneh denganku?
Fokusku teralihkan oleh itu, hingga tak sadar aku hampir menabrak ibu-ibu kalau saja tak segera mengerem.
Ciiiiiiiittt! Bunyi roda yang dipaksakan berhenti. Aku hampir nyungsep akibat mengerem mendadak! Syukurlah ....
"Ma-maaf, ya, Bu. Sa-saya gak sengaja," ucapku terbata. Bukannya menjawab ibu itu malah berlari tunggang langgang seperti melihat penampakan.
"Ish! Kenapa lagi tuh orang? Aneh!"
Tanpa menanggapi ibu itu, aku kembali melanjutkan perjalanan. Justru aku bersyukur kecelakaan itu tak terjadi. Meskipun hampir saja aku nyungsep jika aku tak siap tadi.
Hari sudah cukup siang. Sebentar lagi aku bisa terlambat. Aku bekerja di sebuah rumah sakit sebagai perawat.
Tiba di rumah sakit. Aku masuk di area parkiran. Anggi--teman sejawatku datang menghampiri.
"Hai, Ris," sapanya.
"Hai," jawabku sambil melepas helm lalu merapikan baju seragamku. Ia terlihat mencari seseorang.
"Nyari siapa, Nggi?" tanyaku sambil mengikuti ke mana arah mata Anggi.
"Kamu tadi berangkat sama siapa?" katanya.