Diujung Usia Kita Bertemu

Rasya hamzadinata
Chapter #3

Senja Di Antara Waktu #3


Malam pun berlalu, dan pagi datang dengan embusan angin segar. Hari itu, Erine memutuskan untuk menghabiskan waktunya di rumah. Ia kembali ke rutinitasnya, mencoba menggambar di buku sketsa kecil yang selalu menemaninya.



Namun, menjelang sore, rasa bosan mulai datang. Dalam pikirannya, percakapan terakhir dengan Reno kembali terngiang-ngiang. Kata-kata Reno tentang menikmati proses, menangkap perasaan dalam momen, terus terngiang dipikiranya.



Ia memandang jendela kamarnya yang menghadap ke taman depan rumahnya. Matahari mulai condong ke arah barat, menyelimuti dunia dengan cahaya hangat. Itu adalah waktu yang sempurna untuk keluar, merenung, dan mungkin mencari inspirasi baru.



Erine mengambil buku sketsa dan pensilnya, mengenakan jaket tipis, lalu melangkah keluar dari rumahnya. Jalanan tampak tenang. Burung-burung kecil berkicau, menemani langkahnya menuju taman dengan harapan bertemu dengan Reno.



Ketika Erine sudah tiba di taman, suasana taman sedikit berbeda dari kemarin. Beberapa anak kecil masih bermain, tertawa riang sambil berlarian di bawah pohon besar yang menaungi mereka. Bangku kayu yang biasa ia duduki masih kosong, menunggu kehadirannya.



Erine duduk perlahan, membuka buku sketsa, dan memandangi suasana taman. Ia mencoba membayangkan sesuatu untuk digambar, tetapi lagi-lagi, tangan dan pikirannya seperti terputus. Garis-garis awal yang ia buat terasa kaku, tidak ada nyawa.



Ia memandang langit yang mulai berubah warna. Orange dan ungu bercampur indah, menciptakan pemandangan yang menggetarkan hati.


“Kenapa aku tidak bisa menangkap ini?” gumamnya dengan frustrasi.


Di tengah lamunannya, suara langkah sepatu yang familiar terdengar mendekat. Erine menoleh dan melihat Reno berjalan ke arahnya, dengan kamera tergantung di lehernya dan senyum ceria menghiasi wajahnya.



“Lagi-lagi kita bertemu di sini,” kata Reno, sambil melambai ke arahnya.



Erine tersenyum.

“Taman ini memang terlalu bagus untuk dilewatkan.”



“Kamu benar,”


balas Reno sambil duduk di bangku di sampingnya. Ia menatap ke langit.


“Senjanya indah, ya?”


Reno menunjuk ke langit, lalu memandang buku sketsa di tangan Erine.


“Coba gambar senja ini. Aku ingin lihat bagaimana kamu menangkap keindahannya.”


Erine ragu sejenak.


“Aku nggak yakin. Belakangan ini aku merasa sulit menggambar.”


“Mungkin kamu terlalu fokus pada hasil, bukan pada prosesnya,”


Lihat selengkapnya