Diujung Usia Kita Bertemu

Rasya hamzadinata
Chapter #4

Jejak Rahasia #4


Pagi itu, matahari bersinar lembut menembus tirai jendela di kamar Erine. Suhu udara terasa sejuk, seolah musim semi sedang singgah di tengah tahun. Erine bangun sedikit lebih lambat dari biasanya. Tubuhnya terasa berat, dadanya terasa sesak, tapi ia berusaha menepis rasa sakit itu.


Hari ini, ia ingin pergi ke taman lebih awal, seperti ada dorongan kuat yang memanggilnya. Entah karena harapan untuk bertemu dengan Reno, atau karena taman itu menjadi tempat pelariannya dari segala ketidakpastian.



Setelah bersiap, Erine mengambil buku sketsa, beberapa pensil, dan jaket tipis kesayangannya. Seperti hari sebelumnya, taman menjadi tujuannya. Jalanan pagi itu cukup tenang. Burung-burung kecil beterbangan dari satu pohon ke pohon lain, menyambut pagi dengan kicauan mereka. Semua terlihat damai, seakan dunia menghibur Erine. Namun, di dalam hati Erine, sesuatu bergerak cepat. Ada rasa gelisah yang ia sendiri tak tahu asalnya.



Sesampainya di taman, suasana lebih hidup dari biasanya. Sekelompok anak-anak kecil berlarian, pasangan tua duduk sambil berbincang di bawah pohon, dan penjual jajanan sudah mulai membuka lapaknya.


Tapi sosok yang ditunggu Erine belum terlihat. Bangku kayu di bawah pohon besar itu masih kosong, seperti menanti kehadiran mereka berdua. Erine mendesah pelan, lalu duduk di sana, membuka buku sketsanya, lalu mencoba menggambar.



Namun, kali ini tak mudah. Pensil di tangannya hanya berputar-putar di atas kertas tanpa arah. Garis-garis yang muncul terasa kaku, tanpa emosi. Ia memandang langit pagi yang cerah, lalu menunduk lagi ke bukunya. 



"Kenapa sekarang jadi sulit?" kata Erine sambil bertanya pada diri sendiri. 



Beberapa menit berlalu dalam kesunyian, dan akhirnya suara langkah kaki yang familiar terdengar mendekat. Erine menoleh cepat, dan benar, Reno muncul di antara pepohonan, berjalan santai menuju dirinya. Namun ada yang berbeda. Kali ini Reno tidak membawa kameranya. Itu jarang terjadi.



“Hai,” sapa Reno sambil tersenyum. “Maaf, aku agak telat.”


“Tidak apa-apa,” balas Erine, berusaha tersenyum meski hatinya sedikit cemas.

“Aku pikir hari ini kamu nggak datang.”


“Mana mungkin,” jawab Reno santai sambil duduk di sampingnya.

“Taman ini punya sesuatu yang bikin aku selalu ingin kembali. Apalagi tahu kamu mungkin ada di sini.”



Erine tersipu mendengar kalimat itu, meski ia berusaha menutupinya. Reno selalu punya cara membuat suasana terasa hangat. Namun, kali ini, matanya menangkap sesuatu yang berbeda. Ada sedikit bayangan murung di balik senyum ceria Reno.



“Kamu kenapa nggak bawa kamera?” tanya Erine, mencoba mencairkan suasana.


Lihat selengkapnya