DIVIDE ET IMPERA

Sastra Introvert
Chapter #3

Senja Terburuk

Atmosfer kelabu nampak semakin pekat memadati ruang kerja tim jurnalis di tempat Laksita bekerja. Wanita paruh baya dengan style minimalis itu sudah mendengar banyak cerita dari Erniyati, rekan jurnalisnya di bidang olahraga. Mulai dari info intelijen yang menggemparkan rekan-rekan jurnalis politik. Sampai dengan kabar baik dari kondisi lapangan aksi damai Trisakti. Bahkan beberapa media televisi mulai masif menyiarkan berita serupa. Dari berbagai siaran berita itu, Laksita memantau keamanan Bhanu dan kawan-kawannya.

Siang tadi tersiar juga bahwa gagalnya negosiasi yang dilakukan antara perwakilan mahasiswa dengan aparat keamanan sempat nyaris memicu kerusuhan. Namun berkat proaktifnya berbagai elemen civitas Trisaksi dalam membangun narasi himbauan yang bijak, amuk massa pun dapat terhindarkan.

Keterbatasan akses untuk menuju gedung MPR/DPR tidak menyurutkan semangat demonstran untuk menggalang simpati rakyat sekaligus mendobrak keapatisan berbagai pihak terhadap kondisi Indonesia yang kian kacau. Alih-alih mengamuk karena tidak kunjung diberi izin oleh aparat keamanan untuk bergerak maju; demonstran justru berinisiatif untuk melakukan mimbar bebas di jalan itu. Terekam pada beberapa tangkapan video para jurnalis, bahwa aksi spontan mimbar bebas itu disambut baik oleh seluruh massa, tidak terkecuali masyarakat yang terus berdatangan dan bergabung. Sebagian berorasi, sebagiannya lagi memimpin yel-yel dan melakukan aksi alegoris--dengan membagi-bagikan bunga kepada masyarakat yang melintas--termaksud kepada aparat kepolisian yang berjaga di lokasi aksi.

Walau hujan rintik terus turun menjelang sore hari, dan beberapa massa sudah bergerak mundur untuk kembali ke kampus, agenda mimbar bebas dan nyanyian satire masih terus bergema dalam ketertiban. Massa bahkan masih mampu menahan amarah ketersinggungannya saat empat truk aparat pengendalian massa (Dal-Mas) berdatangan--menambah besar jumlah aparat keamanan--yang sebenarnya tidak beralasan.

Tidak ada kerusuhan di sana. Tidak juga ada gerakan-gerakan provokatif yang mengganggu kenyamanan masyarakat sekitar. Semua kegiatan aksi berjalan dengan damai dan sesuai prosedur. Sehingga wajar jika kemudian pers, masyarakat, bahkan massa pada khususnya--merasa 'berlebihan' terhadap formasi pengamanan aparat yang terdiri dari Brimob, Batalyon Kavaleri 9, Batalyon Infanteri 203, Artileri Pertahanan Udara Kostrad, Batalyon Infanteri 202, Pasukan Anti Huru Hara Kodam serta Pasukan Bermotor. Mereka bahkan dilengkapi dengan tameng, gas air mata, Steyr, dan SS-1 hanya untuk mengawal aksi damai mahasiswa yang tak bersenjata, dan tidak pula bersikap anarkis.

"Halo, Lak maaf baru sempat cek ponsel." Guntoro menelepon balik Laksita pada pukul lima sore. Terdengar bunyi desir hujan yang cukup keras pada saat itu. Tapi suara riuh demonstran justru terdengar menipis. "Hujan di sini. Tapi aman. Aparat sama massa aksi udah sama-sama balik mundur."

"Alhamdulillah, kamu dimana e Gun? Kok gak kedengeran rame-rame kayak Widodo tadi siang?"

"Aku masih di depan gedung wali kota jakbar. Mahasiswa lagi berduyun-duyun balik ke Trisakti. Aparat juga lagi pada bertolak-balik ke mobil pengangkut."

"CEPET BUBAR NJING, BUBAR BUBAR, PADA BALIK SANA KALIAN KE KETEK BAPAK! AKSI DAMAI TAIKLAH! BACOT DOANG PADA GEDE, GAK ADA NYALI!!!"

Suara lantang itu terdengar memekik dari barisan paling belakang massa aksi. Laki-laki dengan kaos hitam berperawakan besar nampak berdiri gagah di antara space massa aksi dan aparat keamanan. Tapi jauh lebih dekat ke arah massa aksi damai. Sehingga kalimat provokasinya itu hampir bisa di dengar oleh puluhan mahasiswa yang semula berjalan tertib membelakangi aparat keamanan. Ia bahkan sempat mendorong kasar salah satu mahasiswa di dalam barisan itu--hingga hampir terjatuh. Seketika mereka berbalik badan. Darah yang mendidih akibat kata-kata hinaan tersebut lantas membuat puluhan mahasiswa bertolak-balik ke arah laki-laki itu. Mahasiswa yang sudah tersulut amarahnya pun bergerak di luar kendali kamtibpus dan satgass Trisakti. Mereka berteriak-teriak ke pada laki-laki asing itu, sambil terus bergerak mendekat.

Lihat selengkapnya