DIVIDE ET IMPERA

Sastra Introvert
Chapter #8

Strategi Yang Terbaca

Sial bukan kepalang! Aparat yang sedari tadi berkontak mata dengan Laksita rupanya dapat mengenal baik wajah sanderanya. Bahkan walau terpaut satu lantai di bawah, laki-laki itu dapat dengan yakin menodongkan jari telunjuknya sembari beteriak 'HEI!'. Teriakan yang sudah pasti teriring lari mati-matian. Dari lantai dua, Laksita bahkan bisa melihat bagaimana aparat itu lari terpontang-panting sampai menjatuhkan beberapa botol obat dari tas penyimpanannya yang belum sempat ditutup.

Sontak Laksita berbalik badan dan men-scanning setiap store yang ada di lantai dua. Digenggamnya kuat-kuat botol kaca kecil yang berisikan sample obat itu. Bagaimana pun caranya, ia harus dapat keluar dari mall dan segera membawa sample tersebut kepada salah satu dokter kenalannya. Untuk sesaat Laksita mencoba tenang di tengah hiruk-piruknya anak-anak muda yang terlihat antusias menjarah--sebagaimana instruksi yang terus digaungkan oleh beberapa oknum di luar sana.

"Tikus kabur?" tanya laki-laki berseragam PHH itu melalui panggilan telepon.

"Bangsat! Iya dia kabur! Kamu lihat?"kepanikan mulai terjadi di antara keduanya.

"Di mall! Di dalam mall, di lantai 2! Saya sedang menuju lantai 2 sekarang!"

"Lho, kamu masih di dalam???"

"Ya!"

"Bodoh! Lekas keluar dari sarang katak! Elang sudah standby!"

Laki-laki itu nampak tidak memiliki kapasitas untuk merubah rundown yang sepertinya sedang berjalan. Dengan sedikit rasa was-was, dia berkali-kali mengintruksikan kepada rekannya agar segera keluar dari Mall Klender. Sementara itu, nampak beberapa massa tak beridentitas mulai berduyun-duyun mengeluarkan puluhan tabung dari dalam mobil kopaja yang sepertinya adalah transportasi mereka. Tabung yang diduga kuat sudah sengaja disiapkan dalam jumlah banyak, entah untuk kepentingan apa.

Bagi ratusan orang yang memadati area mall, tentu saja gerak-gerik pengangkutan tabung gas tersebut tidak cukup menarik perhatian warga. Apalagi jika dibandingkan dengan hilir mudik massa yang heboh membawa barang hasil jarahan mereka. Tapi laki-laki berseragam PHH Brimob yang sedang menunggu rekannya itu--tentu saja tidak akan terkecoh oleh tindak-tanduk massa penjarah. Dia nampak tahu persis apa yang sebenarnya sedang direncanakan oleh massa tak beridentitas itu dengan tabung-tabung tersebut. Tabung yang kemudian, secara terang-terangan--namun senyap--mereka letakkan nyaris mengelilingi setiap sudut dari Mall Klender.

Tidak berselang lama setelah para oknum tak beridentitas itu menjalankan misinya di tengah hiruk pikuk massa penjarah yang berhasil mereka galang dengan narasi-narasi SARA, nampak giliran aparat dengan seragam yang sama--seperti seragam kedua aparat yang menawan Laksita--mengambil alih kerusuhan. Padahal, sudah sejak lama mereka berkerumun di antara massa. Tapi keanehan yang sama dengan pemandangan di bawah jalan layang Grogol tadi--terulang kembali di sini. Dimana sedari tadi, aparat itu hanya berdiri mematung. Mereka bahkan tidak nampak beritikad untuk mengamankan atau melawan para orator itu, sekali pun mereka telah dengan sengaja memprovokasi massa agar membenci etnis Tionghoa, hingga memicu penjarahan yang membabi-buta.

Lantas sekarang, setelah sekian jam berlalu, di tengah terik yang kira-kira menunjukkan pukul satu siang; sebuah tembakan peringatan terdengar melejit ke arah langit. Satu sikap tegas yang akhirnya ditempuh aparat keamanan untuk membubarkan massa penjarah. Para demonstran pun berlarian menjauhi area mall. Ada yang terlalu takut sampai berlari meninggalkan barang jarahannya. Tapi ada pula yang berlarian dengan tetap membawa apa yang sudah sempat mereka jarah dari dalam Mall Klender.

Tidak sampai satu menit setelah tembakan peringatan itu dilesatkan, puluhan aparat yang semula hanya bersikap pasif di area luar mall, kini mulai merambat masuk dan lantas menarik turun setiap rolling door yang ada di lantai satu. Mereka bahkan membentuk formasi barikade, hingga menutup akses masuk publik ke sekitar area halaman mall.

Sebagian massa yang masih berada di dalam mall dan menyadari tentang upaya penutupan rolling door itu pun lantas berlarian keluar--tanpa sempat membawa satu barang jarahan pun. Suasana mendadak pilu, saat seorang ibu mulai meneriaki nama anaknya. Atau saat seorang istri memelas histeris kepada aparat yang berada di dekatnya.

"Pak tolong jangan tangkap suami saya pak. Saya yakin tidak ada rencana untuk dia masuk ke sana dan menjarah! Kami bahkan ada di sini untuk makan di ujung jalan sana pak! Pak tolong suami saya jangan ditangkap pak! Kami hanya tergiring massa yang tahu-tahu datang dan mengajak kami untuk menjarah mall ini. Jangan tutup rolling doornya pak. Tolong!"

Lihat selengkapnya