Divisi 35

Rains Peter Aro
Chapter #4

Omar

Disebuah embung di Dapelang, Kwedan Jano, Omar, pemuda kurus 25 tahunan itu duduk di gazebo sebelah barat ditemani sepi. Dari tempat dia duduk, sayup-sayup terdengar kicauan burung Sarpoka yg seolah bersaing dengan raungan lembut mesin pompa air di sebelah selatan embung. Deru angin membelai rambut setengah gondrongnya, beberapa anak rambut menghalangi pandangan tapi dia tak memperdulikannya.

Pandangannya tertuju kearah gazebo timur, sepertinya akan ada warung baru, terlihat seseorang sibuk mendirikan bangunan semi permanen disebelah gazebo. Dia gak sendiri, seekor monyet putih dan satu unit robot pekerja terlihat rajin membantu pak tukang.

Aura musim panas mulai terlihat jelas, rumput dan bunga-bunga liar yg tumbuh agak jauh dari embung mulai meranggas dan layu merindukan hujan. Air embung terlihat keruh tapi sepertinya gak berkurang banyak. Seekor binatang aneh muncul dari dalam air, tubuh lonjong dan empat kaki pendek makhluk berwarna hijau itu bergerak dengan leluasa dipermukaan air.

Sepertinya embung ini merupakan tempat penampungan air dari sungai yg ada didekat situ, digunakan untuk mengairi sawah-sawah disekitarnya. Gak heran kalau sawah disekitar embung terlihat subur menghijau, meskipun pada musim kering seperti sekarang ini.

Suasana yg mirip seperti di tempat asalnya membuat pemuda itu tertawa getir. Bagaimana mungkin, tempat yg teramat sangat jauh dari rumah tapi terlihat seperti dirumah? Banyak sekali kemiripan, meski banyak juga perbedaan. Tapi biar gimana tempat ini bukan rumah, dia rindu rumah, apa mungkin masih bisa pulang? Bagaimana caranya?

Sudah hampir sebulam Omar terdampar disini, tempat yg aneh. Hutan dimana-mana, penuh dengan pohon raksasa dan satwa liar aneh yg tak bisa dia kenali. Yg mengejutkan, banyak sekali spesies berakal, makhluk sentient humanoid selain manusia, dan peradaban disini jauh lebih maju dibanding dengan ditempat asalnya.

“Ahhhhhh!!!” Jeritan monyet asisten pak tukang menggema ke seluruh sudut embung, membuat perhatian Omar teralihkan. Sepertinya terjadi kecelakaan, ekor si monyet kejatuhan alatnya pak tukang. Monyet itu terus menjerit-jerit meskipun pak tukang sudah minta maaf. Tapi tak lama kemudian jeritan berubah menjadi tawa ketika pak tukang menunjukkan sesuatu di HPnya kepada si monyet.

“Mulussss! Gedeeee!” Si monyet memandangi HP pak tukang sambil meneteskan air liur.

Lihat selengkapnya