Divisi Astral

Naufal Abdillah
Chapter #2

Kematian

Jam menunjukkan pukul dua dini hari. Sudah ramai. Rumah sakit didatangi polisi beserta tim forensik. Garis kuning terpasang di sekitar area jasad sekuriti ditemukan. Staf perawat dan beberapa keluarga jaga ditanyai tentang hal mencurigakan.

Sa’diyah muncul. Anggota lain memberi hormat lalu memberi jalan pada Sa’diyah. Sembari mendekat ke tim forensik yang sedang memotret jasad di dalam garis polisi, salah satu penyidik menjelaskan garis besar kasus. Pria malang itu tewas tanpa mengeluarkan suara apa pun, kemudian tubuhnya ditemukan oleh perawat yang sedang lewat.

“Serangan jantung?” tanya Sa’diyah.

Penyidik itu bermuka kecut. “Kami, sih, berharapnya begitu, tapi ....”

Mereka berdua memasuki garis polisi. Sa’diyah terperanjat. Kondisi jenazah sekuriti itu mirip seperti foto-foto yang diperlihatkan Alfi. Kering. Tak ada bekas luka. Sa’diyah semakin tak bisa berkata-kata ketika diperlihatkan foto penampilan asli sekuriti.

Dalam kebingungan, mata Sa’diyah tak sengaja menangkap kehadiran siluet hitam bergerak cepat di bagian gelap koridor lain. Namun otak Sa’diyah memutuskan itu hanya angin lewat.

*** 

Matahari sudah tinggi ketika Alfi tiba di markas polisi. Ia bertemu Komandan. Detail pertemuannya dengan Sa’diyah kemarin diceritakan. Komandan yang tengah duduk hanya manggut-manggut seakan sudah menduga memang akan seperti itu.

Untuk sekarang, itu bukan masalah. Komandan memberikan berkas baru pada Alfi untuk diselidiki. Kasus semalam. Semua laporan tim penyidik beserta foto-foto korban disimak Alfi dengan saksama. Belum ada informasi dari tim forensik karena memang belum dilakukan autopsi. Namun, Alfi sudah mengerti ini kasus serupa yang ia tangani bersama tiga belas rekannya dua minggu lalu.

Komandan menyilangkan jari-jari kedua tangannya, lalu menempelkannya di bawah hidung.

“Alfi, saya tahu kamu belum lama pulih. Tapi untuk sementara, saya ingin kamu jadi pengganti Letnan Aziz di Divisi Astral.”

Alfi berdiri tegak. “Siap, Komandan.”

Amanah itu Alfi bawa ke kantor divisi di belakang mesjid. Ia tidak bangga. Justru Alfi merasa tanggung jawab itu akan sangat sulit diemban. Namun, bukan saatnya meratapi kenaikan pangkat karena kasus serius telah terjadi.

Alfi mengeluarkan berkas kasus dua minggu lalu. Matanya mondar-mandir mencari kecocokan dengan kasus baru. Kondisi mayat? Iya. Namun, Alfi mencari sesuatu yang lebih mencolok. Petunjuk yang bisa mengantarkan pada pola kejahatan si penyihir. Nihil.

*** 

Sudah tiga hari berlalu sejak kasus kematian sekuriti rumah sakit. Beritanya menyebar cepat berkat media sosial. Hoax, demikian cecar netizen di kolom komentar. Itu lebih bagus. Untung saja berita lokal tidak selalu menarik perhatian pihak berita nasional, apalagi hanya sekelas kematian seorang sekuriti rumah sakit yang penyebabnya masih simpang siur.

Sekelompok remaja di depan warung pinggir jalan sedang membicarakan berita itu. Mereka fokus. Salah satu remaja menceritakan kematian si sekuriti dengan bumbu yang makin membuat teman-temannya bergidik ngeri. Dinginnya malam dan lengangnya kendaraan di jalan raya depan warung menambah sensasi seram.

Cerita itu diakhiri dengan intonasi mengagetkan. Si pencerita tertawa. Teman-temannya mengutuk perbuatan yang hampir membuat jantungan itu.

Lihat selengkapnya