Divisi Astral

Naufal Abdillah
Chapter #8

Tetangga

Pagi terlalu cerah untuk wajah cantik Silvi yang terlihat murung. Rumah dibuka. Sebelum masuk, para tetangga menyapa lalu menanyakan keadaan Hendra. Silvi memberi jawaban palsu, berkata Hendra telah mendingan seakan itu adalah doa. Sudah dua hari sejak sang suami dirawat di rumah sakit, dan Silvi membutuhkan baju tambahan untuk menginap.

Silvi masuk ke kamar mengambil tas tenteng besar dan memasukkan pakaiannya beserta pakaian suaminya. Dua hari. Kesedihan Silvi yang dibawa hingga ke rumah cukup membuatnya haus. Wanita rambut pendek itu kemudian menuju dapur, tempat di mana hadiah pemberian suaminya masih berdiri kokoh dengan kabel tercolok ke steker listrik.

Tidak larangan bagi wanita itu mengusir kesedihan dengan segelas air es. Kulkas dibuka. Silvi mengernyit menemukan lampunya tidak berfungsi dan dinginnya tak terasa. Bahkan nasi seharusnya mengeras kini harus basi. Ditambah ada genangan air di kaki kulkas, Silvi asumsikan itu lelehan salju freezer.

Kejadian itu membuat mood Silvi tambah rusak. Bau busuk saat Silvi membuka pintu atas membuatnya kian malas memeriksa keadaan daging sapi yang ia bekukan. Ia mendengkus. Mungkin tidak masalah jika ia sedikit menunda kembali ke rumah sakit. Silvi pun menelepon tim pengantaran.

Kurang dari setengah jam, pria paruh baya kurus bersama tiga orang rekan berseragam biru datang. Silvi protes. Kulkas yang dijanjikan garansi lima tahun malah kehilangan fungsinya kurang dari satu minggu. Tidak ada jawaban lain dari tim itu kecuali maaf disusul tindakan pemeriksaan.

Namun, saat memeriksa, si pria paruh baya menemukan hal lain yang tidak sempat disebutkan Silvi. Bau busuk. Makin menyengat ketika pintu atas kulkas dibuka. Silvi hanya bisa memberi penjelasan bahwa itu mungkin berasal dari daging sapinya yang tak terkena dingin selama dua hari.

Pria itu membuka freezer. Ia hampir melompat. Seonggok bangkai ayam dengan leher telah digorok dan tubuh dikerubungi ulat terkulai lemas ketika pintu dibuka.

“Ibu yang bener aja, dong!” protes pria kurus itu pada Silvi yang berdiri gemetar.

***

Jam istirahat makan siang Sa’diyah dan Alfi diinterupsi panggilan dari rumah sakit. Ternyata cukup mudah bagi Silvi menemukan staf penyebar kabar tentang suaminya dan meminta kontak si polisi berkulit kuning langsat. Silvi murung. Di ruang tunggu rumah sakit, wanita itu duduk tertunduk malu di depan dua anggota Divisi Astral.

“Saya minta maaf atas perkataan kemarin. Kali ini ... sepertinya saya memang butuh bantuan kalian.”

Silvi kian merasa bodoh ketika menceritakan tentang penyebab kulkasnya tidak menyala adalah tuas meteran listrik yang dalam keadaan mati. Alfi menenangkan. Polisi kulit kuning langsat menegaskan bahwa kehadirannya dan Sa’diyah memang untuk membantu.

Alfi kemudian bertanya, “Bagaimana keadaan Pak Hendra?”

Silvi terisak. “Dia lagi tidur di kamar rawat inap. Kata dokter, suami saya tidak perlu masuk ICU karena memang kondisinya tidak parah.”

Sa’diyah menatap Silvi. “Kata tetangga, Bu Silvi beli barang baru hampir tiap bulan. Benar begitu?”

“Betul. Hendra kerja di perusahaan asuransi. Karena kerjanya bagus, dia sering dapat bonus dari bosnya.”

Keterangan dari tetangga sudah jelas. Silvi dan Hendra tidak memiliki musuh. Berdasarkan cerita Silvi tentang bangkai ayam di kulkas, hipotesis Alfi tentang pelaku yang memiliki rasa dengki bisa dipastikan sudah benar. Pertanyaannya, siapa?

Lihat selengkapnya