Divisi Astral

Naufal Abdillah
Chapter #17

Sejawat

Rumah makan itu terletak tidak jauh dari rumah sakit. Cukup ramai. Bahkan pelanggan bertambah banyak usai salat Magrib. Istri Haji Ghani mentraktir Alfi dan Sa’diyah dengan menu ayam bakar.

Berbeda dengan kesan temperamental sang suami, istri Haji Ghani lebih suka bicara santun dan akrab. Namun, itu tak menghentikannya dari melakukan kebiasaan orang kaya lain. Pamer harta. Nadanya santai, tapi si wanita tua terdengar antusias membicarakan tanah yang baru dibeli suaminya.

Hingga acara unjuk kekayaan itu berujung pada satu petunjuk. “Sebenarnya ... Bapak pernah punya masalah bisnis dengan seseorang.”

Akhirnya hal yang ingin didengar dua anggota Divisi Astral itu terucap. Sa’diyah lanjut mengunyah. Ia sudah menduga orang dengan sifat seperti Haji Ghani mustahil tidak ada orang memusuhi.

Dari cerita istri Haji Ghani, terungkaplah konflik dengan sesama pemegang saham perusahaan di masa lalu. Pak Subro namanya. Inti dari permasalahannya adalah kesalahpahaman yang membuat Pak Subro terkejut ketika Haji Ghani mendapat bagian lebih banyak.

Kejadiannya pun sudah cukup lama, hampir dua belas tahun lalu. Pak Subro juga sudah memutus kontak dengan keluarga Haji Ghani.

Istri Haji Ghani bertanya, “Apa benar Pak Subro pelakunya?”

“Belum pasti, Bu Hajah,” jawab Alfi, “tapi setidaknya kita bisa mulai dari situ.”

Makan bersama itu diakhiri dengan permintaan dari istri Haji Ghani untuk segera mengusut tuntas kematian keponakannya. Alfi mengiyakan. Sang wanita tua pun kembali ke rumah sakit setelah membayar makanan, meninggalkan dua anggota Divisi Astral dalam diskusi serius.

Alfi mengusap dagunya. “Katakanlah Pak Subro memang dalangnya. Apa motifnya? Kalau memang benci sama Haji Ghani, kenapa baru bertindak setelah menunggu dua belas tahun?”

Sa’diyah melirik Alfi. “Saya cuma bisa terpikir tentang tanah baru dibeli yang tadi diceritakan Bu Hajah.”

Alfi mengangguk. “Bisa jadi.”

“Tapi kenapa incar keponakannya?” Mata Sa’diyah menyipit. “Kenapa tidak anak atau Haji Ghani langsung?”

Alfi berdiri dari kursinya. “Itu pertanyaan yang sebaiknya dijawab langsung oleh Pak Subro. Ayo!”

*** 

Namanya Rifka. Seorang perempuan 25 tahun dengan senyum meneduhkan ketika melakukan pekerjaannya sebagai resepsionis klinik. Rambut panjang penghias wajah ovalnya menarik hati banyak pria termasuk pasien, tapi Rifka sudah menambatkan hatinya pada seorang lelaki.

Sudah jam sepuluh. Sif perempuan itu telah berakhir. Setelah pamit pada staf lain, Rifka berjalan keluar menuju pacarnya yang sudah menjemput dengan motor sport. Dua sejoli itu berangkat ke dalam bisingnya jalanan malam. Perjalanan mereka lancar di setengah jam pertama.

Lihat selengkapnya