Koridor samping lapangan sekolah diisi berbagai kegiatan. Ada insan mengobrol, ada pula yang sekadar lewat menuju area selanjutnya. Sa’diyah muncul. Kedua tangan sang polwan membawa tiga kaleng minuman bersoda untuk dinikmati bersama Alfi dan si gadis SMA bernama Clara. Sa’diyah hanya bisa mendengkus ketika Alfi berterima kasih.
Informasi mulai digali. Di sela tegukan soda, Clara mulai menjelaskan tentang pria di foto. Mulai dari nama hingga hubungannya dengan Felly. Tentu saja pacar.
“Tapi sayang banget, Felly bukan satu-satunya,” ucap Clara.
Alis Alfi terangkat. “Maksudnya?”
Clara menghela napas. “Cowok itu ... sering gonta-ganti cewek.”
“Jadi, maksud kamu, Felly bunuh diri karena diselingkuhi?” tanya Sa’diyah.
“Kalian gak ngerti.” Clara menggeleng dengan wajah masam. “Cowok itu kayak ... gampang banget gitu menggaet orang lain buat jadi pacar barunya.”
“Playboy,” sahut Alfi disusul menyesap minuman. “Jadi, si Jun siswa di sini juga? Kelas berapa?”
Clara terkekeh. “Dia udah kuliah.”
Nama kampus disebut. Kemudian setelah sama-sama diam menenggak soda, Sa’diyah memandangi Clara cukup lama.
“Kayaknya kamu benci banget sama cowok itu, ya? Kamu temannya Felly, atau mantan pacarnya si Jun?”
Mendapat pertanyaan seperti itu, Clara melirik tajam pada sang polwan. Ia menolak menjawab. Gadis SMA itu lantas melengos begitu saja, masih dengan sekaleng minuman bersoda di genggamannya.
“Saya yakin pertanyaan tadi tak terlalu sensitif,” ujar Sa’diyah.
Alfi menghabiskan minuman. “Udah terlanjur. Sebaiknya kita berpencar. Saya cari dulu cara membuka kunci HP ini. Siapa tahu di dalamnya ada chat atau apa yang bisa jadi petunjuk. Kamu ke kampus.”
***
Kelas hanya diisi satu suara wanita karena mata kuliah masih berlangsung. Mahasiswa menyimak. Dosen cantik berambut panjang itu terus menerangkan materinya dengan wajah serius. Kemeja putih berlapis rompi abu-abu dan rok hitam membuatnya terlihat seperti sekretaris perusahaan memberikan kuliah.
Namun, tak semua mahasiswa berniat menjadi teladan atau setidaknya bersikap baik sebagai pendengar. Di pinggir ruangan, si pria berambut klimis sedang mengobrol dengan teman lelaki sebelah bangkunya. Mereka cekikikan. Tentu saja kelakuan mereka disadari oleh dosen.
“Arjuna, mau menggantikan saya bicara di sini?”
“Tidak, Bu.” Si pria rambut klimis merapikan duduknya. “Tapi saya bersedia menggantikan posisi suami Ibu.”