Divisi Astral

Naufal Abdillah
Chapter #24

Senonoh

Clara baru saja meletakkan tasnya di bangku. Pagi itu harusnya tenang, tapi kuping Clara harus digentayangi gosip tiga siswi di belakangnya. Clara duduk. Ia berusaha mengalihkan fokusnya dengan smartphone. Tidak manjur.

“Ah, si Felly mah dari awal udah salah pilih pacar.”

“Iya. Sok-sokan pacaran sama anak kuliah. Tuh, aku lihat di sosmed si cowok udah punya pacar baru lagi.”

“Beneran gak punya empati. Pacar baru meninggal tiga hari juga. Cowok bajingan.”

Tangan Clara mengepal. Ekspresinya datar, tapi telinganya panas. Untungnya, gadis itu masih mampu menahan agar tak berbalik memberi cercaan atau malah serangan.

*** 

Pintu kantor Divisi Astral terbuka, dan Sa’diyah muncul. Alfi melirik. Sang polisi berwajah kotak mengunyah donat, menunggu rekannya berbalik. Belum sempat Sa’diyah duduk, suara Alfi sudah menahan langkahnya.

“Ada korban lagi.”

Baru saja Sa’diyah hendak protes, Alfi sudah mengumumkan tentang kunci ponsel yang berhasil dibuka. Hasilnya sesuai harapan. Ada chat di mana Jun menyatakan putus terhadap Felly. Sang polisi berwajah kotak menghabiskan donat gula terakhir sebelum melanjutkan pemaparan.

“Tim penyidik sudah memeriksa HP korban kedua. Sama. Dia juga diminta putus. Dengan begini, polanya sudah kelihatan, ‘kan?”

Ada beberapa bagian yang ingin disanggah Sa’diyah. Namun, Alfi sudah mendesaknya untuk segera berangkat. Kantor dikunci. Dua polisi itu berangkat menuju kampus, takut sasaran mereka kabur lagi.

Lima belas menit perjalanan, lalu mereka memarkir sepeda motor di dekat warung kampus. Mereka langsung mengintai. Sambil berjalan, Alfi dan Sa’diyah membicarakan tentang akar kasus.

“Pak Alfi, kemarin saya memang sempat ragu. Tapi ini tentang pelet, ‘kan?”

“Kemungkinan besar begitu.” Alfi terus mengamati. “Dia cuman minta putus, tapi terlalu berlebihan kalau dua orang sampai bunuh diri.”

“Oke.” Sa’diyah melirik. “Pelet yang mana?”

“Ada banyak jenis. Jaran goyang, semar mesem, mani gajah .... Efeknya berbeda tergantung nama instrumen pelet, tapi pada dasarnya punya tujuan yang sama.” Alfi menoleh ke rekannya. “Terus, kamu bilang, dia sudah punya pacar lagi?”

Sungguh kebetulan, orang yang mereka bicarakan hadir di koridor kampus sebelah kanan. Mereka menghampirinya. Lelaki rambut klimis itu baru saja berpisah melempar senyum dengan sang dosen berparas menawan.

“Arjuna Sugandi?” tanya Sa’diyah.

“Iya?”

Alfi mengeluarkan ponsel berlayar retak. “Kami sedang menyelidiki kematian Felly, dan kami yakin itu ada hubungannya dengan chat ini.”

Mata Jun menyipit memandangi layar. Ia terkekeh. Lelaki playboy itu dengan santai mengelak sangkaan Sa’diyah tentang penyebab Felly mengakhiri hidup adalah depresi ditinggal putus.

“Terus kalian mau tempel tuduhan apa ke saya? Toh Felly meninggalnya bunuh diri. Saya gak pernah nge-chat dia nyuruh mati atau semacamnya.”

Lihat selengkapnya