Seorang pria gemuk usia tiga puluhan berkepala gundul tengah menikmati malam dengan kopi mewah ala kafe. Ia tak sendirian. Sudah ada lima teman sejawat menemaninya berbicara bisnis diselingi canda tawa nostalgia.
“Lu tega banget sama karyawan lu, Wan,” salah satu temannya cengengesan.
Si pria gundul menyelesaikan tegukannya. “Halah, namanya juga anak baru. Digembleng dikit kagak apa-apa itu.”
Mereka lanjut bercengkerama. Gelegar tawa pria dewasa memenuhi kafe ketika mereka mulai membahas politik dan hal tak senonoh. Si gundul minum lagi. Perpaduan rasa manis susu di dalam kopi membuat bos perusahaan itu semakin larut dalam kesenangan.
Tak ada satu pun di antara keenam pria hedon dalam kafe menyadari kehadiran siluet hitam di seberang jalan.
Jam di smartphone si pria gundul kemudian menunjukkan pukul setengah sembilan. Saatnya pamit. Malam masih panjang, tapi bos perusahaan asuransi itu memilih untuk mengakhiri kesenangan dan obrolan lebih awal.
Ia keluar. Bising kafe langsung teredam di antara keheningan area parkir nan remang. Ia masuk ke mobil merahnya dengan santai dan menutup pintu. Dalam kendaraannya gelap. Si pria gundul bersiap memasukkan kunci ke lubang kontak.
Namun, alisnya mengernyit ketika melihat kaca spion tengah. Ada sosok tak dikenal duduk di kursi belakang. Pria gundul menengok. Ia membelalak. Siluet itu dengan cepat menerkam, membuat si bos perusahaan bahkan tak sempat berteriak.
***
Yuda menghela napas lega ketika membuka pintu apartemennya. Pegal di pundak langsung sirna kala ia meletakkan tas di kursi dekat ranjang. Yuda berbaring. Padahal ia baru saja memejamkan mata, tapi harus kembali diganggu oleh suara grasak-grusuk dari arah dapur.
Lelaki itu bangkit. Langkahnya pelan, mencari tahu siapa yang telah berani mengusik ketenangannya sepulang kerja. Meski suaranya tak sampai sekian detik, tetap saja menimbulkan kewaspadaan di hati Yuda. Bisa saja orang berbahaya.
Langkah Yuda terhenti. Sosok berkain putih tanpa kepala berdiri di dekat kompor. Yuda tetap tenang. Bahkan ketika sosok astral itu melambai pelan, tak sedikit pun si lelaki penghuni apartemen menunjukkan rasa takut.
“Loh, kamu udah pulang, Yud?” tegur seorang perempuan dari arah kiri si hantu.
Yuda menengok. Ia menemukan seorang perempuan ramping berwajah mirip dengannya. Perempuan berambut panjang itu tampak santai membawa sepiring nasi.
Yuda mendengkus. “Yuyun ... udah berapa kali dibilang, jangan masuk apartemenku seenaknya!”
“Dih, gitu amat sama saudara kembar,” balas perempuan itu.
Kemudian Yuyun mengambil posisi di meja makan, melahap sayur dan lauk masakan Yuda tanpa rasa bersalah. Yuda mengalah. Si lelaki kantoran kembali mengarahkan pandangannya pada sosok tanpa kepala di dekat kompor.
Yuyun melirik saudara kembarnya. “Kenapa, Yud? Teman kamu ada di situ, ya?”