Divisi Astral

Naufal Abdillah
Chapter #35

Intruder

Para warga yang sebelumnya tak peduli kini berkerumun di sekitar garis polisi depan teras rumah kosong. Sudah pagi. Tim penyidik melakukan tugas mereka, termasuk menghalau para manusia pemburu berita viral.

Di dalam rumah yang juga masih minim cahaya matahari, anggota Divisi Astral pun mulai bekerja. Alfi berjongkok di depan mayat perempuan kering. Jasad itu menganga. Sementara pada bagian lain rumah, si lelaki mesum semalam sedang gemetar karena diinterogasi.

Sosok lain memasuki pintu, menambah gelap isi rumah beberapa detik. Sa’diyah. Polwan berjilbab itu hadir masih dengan mata monolid yang tampak lelah. Alfi menyambutnya dengan toleh sekilas, lalu kembali fokus pada korban di lantai.

“Bajingan itu mengelabui kita,” kata Alfi. “Semalaman kami menjaga kolong jembatan, tahunya dia beraksi di sini.”

“Kenapa tidak panggil saya?” tanya Sa’diyah datar.

“Sudah, kok. Saya telepon seharian ... dua hari malah. Tapi kamu gak angkat.”

Sa’diyah memeriksa smartphone-nya, lalu terkejut sendiri melihat jumlah pesan dan panggilan tak terjawab. Namun, aneh. Alfi sama sekali tak menunjukkan kemarahan. Percakapan mereka berlanjut seakan semuanya normal.

Alfi berdiri memandangi langit-langit rumah. “Jadi ... menurut kamu, tempat ini melambangkan elemen apa?”

Sang polwan ikut mengamati sekeliling rumah. Tiap sisi, tiap sudut. Kemudian ia menggeleng. “Udara ... mungkin?”

“Entahlah, Sa’diyah. Itu terdengar seperti cocoklogi.”

Sehelai kulit tipis tripleks jatuh ke lantai, mengalihkan fokus Sa’diyah. Kemudian ia mendongak. Wanita itu tersentak oleh kehadiran seekor ular sanca bermulut lebar di plafon. Sa’diyah berkedip, dan ular itu lenyap.

Polisi lain ikut terkejut oleh tingkah Sa’diyah. Alfi melirik rekannya agak lama, membuat sang polwan berjilbab terheran. Kesimpulan diambil. Bukan tentang kasus, melainkan Sa’diyah yang memang bergelagat tidak wajar dan berisiko menghambat penyidikan.

“Lah, gak bisa gitu, dong!” protes Sa’diyah. “Saya susah-susah datang ke sini juga buat melacak pelakunya! Malam ini dia bakal beraksi lagi, loh!.”

“Kamu mau bantu dengan kondisi kamu sekarang?” Alfi menggeleng. “Enggak dulu. Saya dan yang lain masih bisa kerja memecahkan polanya.”

Sa’diyah melotot, mendekati sang senior. “Terus saya harus ngapain, Pak Alfi?!”

Sang polisi berwajah kotak berdiri dengan tangan menyilang di dada. Wajahnya santai. Ia memberi jeda sebelum melontarkan saran.

“Kamu harus rukiah. Sampai kamu selesai menghadap Ustaz Bahri, saya larang kamu ikut dalam tugas ini.”

*** 

Lihat selengkapnya