Divisi Astral

Naufal Abdillah
Chapter #41

Kebetulan

Jam delapan. Masih cukup pagi. Namun, empat polisi Divisi Astral itu tidak ingin membuang waktu. Kini mereka memarkir motor di pinggir lorong kecil yang agak sepi aktivitas warga, lalu berjalan menuju sebuah rumah kecil berdinding batu bata.

Pagar dibuka. Dengan tenang mereka berempat menuju pintu. Alfi mengetuk dan mengucap salam, tapi tak ada sahutan. Keempat polisi itu menunggu, kemudian Alfi mengulang tindakannya. Tetap tak terjadi apa pun.

Sa’diyah mengamati sekitar rumah. Tak terlalu asri. Pekarangannya dipenuhi daun kering dan barisan pot berbunga layu. Jendelanya tidak bergorden tapi tampak gelap. Meteran listriknya hidup, tapi angka penggunaannya terlihat cukup sedikit.

“Yakin ini rumahnya?” tanya Sa’diyah. “Kota ini luas, loh, Pak Alfi. Ada ribuan UMKM yang bisa saja pakai alat serupa.”

Alfi mengangguk. “Tim cyber sudah mempersempit data reseller berdasarkan petunjuk distributor. Kita dapat enam. Kemarin, saya dan Anggun sudah mendatangi empat, tapi mereka bersih.”

“Di sekolah juga minim petunjuk.” Sa’diyah menyilangkan tangan. “Gak ada kamera CCTV. Jadi, kita gak tahu kapan produknya diselipkan di antara jajanan kantin.”

Untuk ketiga kalinya sang polisi berkulit kuning langsat mengetuk pintu disertai ucapan salam, tapi penghuni rumah tak memberi jawab. Mereka berempat bingung. Ketika para polisi itu hampir mencapai kesepakatan meninggalkan lokasi, perhatian mereka tersita oleh melintasnya seorang pria beransel hitam di depan rumah.

Alfi melangkah ke dekat pagar lalu tersenyum ramah. “Maaf, Pak. Yang punya rumah ini ke mana, ya?”

Pria kurus berkulit cokelat itu balas tersenyum. “Wah, kurang tahu, Mas. Saya permisi dulu.”

Bersamaan lelaki itu melangkah, Alfi pun kembali pada rekan-rekannya. Sa’diyah mendengkus. Sepertinya tidak ada jalan lain bagi mereka berempat kecuali menyusuri titik keenam. Namun, baru saja mereka hendak meninggalkan rumah, orang lain hadir.

“Maaf, kalian cari siapa, ya?” tanya pria berkumis tipis itu dengan aksen Sunda.

Sa’diyah mengangguk sopan. “Kami sedang mencari orang yang tinggal di sini.”

Pria berkumis itu terkekeh. “Loh, yang kalian ajak ngomong tadi itu orangnya, atuh.”

Keempat polisi Divisi Astral itu tercengang. Alfi membagi tugas. Dia memerintahkan Sa’diyah untuk mengecek isi rumah, sedangkan dirinya dan dua rekan lain akan melakukan pengejaran. Pria berkumis hanya bisa melongo memperhatikan aktivitas mereka.

Si pria kurus sekarang tengah berjalan santai menuju belokan lorong. Matahari semakin tinggi. Lelaki berkulit cokelat itu tersenyum kecil karena merasa telah menang.

“Hei!” seru Alfi.

Lelaki kurus itu menoleh. Terlihat tiga orang polisi berpakaian preman mengejar, membuatnya langsung mengambil langkah seribu. Posisi si lelaki berkulit cokelat yang sudah ada di belokan memudahkan pelariannya.

Namun, si lelaki kurus tak ingin main kejar-kejaran terlalu lama. Ia merogoh saku celana abu-abunya. Dikeluarkannya benda putih yang diberikan pria sepuh kemarin. Mantra digumamkan. Larinya tetap berlanjut menuju mulut lorong, bersiap menyambut jalan raya.

Lihat selengkapnya