Bukan rahasia lagi kalau ibunya Gama menikah untuk kedua kalinya dengan ayah tiri Gama, Ibnu Malik. Mereka dipertemukan tujuh belas tahun lalu di perusahaan keluarga Malik. Ayah tiri Gama menduduki jabatan tinggi di perusahaan keluarga besarnya yang bergerak di bidang elektronik. Gama tak perlu repot-repot mencari pekerjaan di kantor lain setelah lulus dari salah satu kampus terkenal di Amerika. Dia punya keluarga yang garis keturunannya sebagai pengusaha. Nasibnya beruntung, bukan?
Dari pernikahan ibunya dan Malik, dia memiliki adik seibu yang baru berusia 16 tahun, duduk di bangku SMA kelas sebelas, bernama Amanda Malik. Dia juga punya seorang kakak tiri laki-kali, Kenan, tetapi sampai detik ini hubungan mereka tidak cukup akrab. Keduanya memiliki karakter yang sangat berbeda. Kenan yang dewasa dan matang, sementara Gama masih tengil dan pernah jadi bad boy di masa remaja. Kenan berusia dua tahun lebih tua dari Gama, dia lebih banyak diam dan sibuk mengurus bisnis start up yang dibangun dengan teman-teman dekatnya. Kenan tak mau ikut campur dalam usaha keluarga besarnya, beda jalur.
Suasana meja makan malam ini nampak sepi meski ada lima orang duduk di sana.
“Mama sama Papa nanti kan mau pergi ke tanah suci, kalian jaga diri baik-baik ya, Nak.” Malik membuka percakapan setelah menyelesaikan makannya.
“Oke, Pap!” Amanda menjawab dengan nada manja, khas satu-satunya anak perempuan dan anak bungsu di rumah ini. Dua kakak lelakinya sama-sama menyayanginya sejak dia masih bayi. Mereka bahkan berebut mengendong Amanda saat anak itu baru bisa merangkak dan berjalan.
Malik menyingkirkan serbet bekas mengelap mulutnya. “Gama, Papa titip kerjaan kantor ke kamu. Bisa kan?”
“Siap, Pa.” Jawab Gama sambil tersenyum sopan. Ia sudah dilatih untuk ini, mempersiapkan diri untuk tugas apapun di kantornya.
“Manda,” Malik menatap putri satu-satunya. Wajahnya perpaduan yang sempurna antara dia dan istri keduanya. “Jangan bandel,” sambung Malik.
Amanda tersenyum nakal. Ia menuruni separuh watak Gama dan Kenan, antara bandel, hiperaktif, kadang juga kelabasan cuek dan serius menanggapi sesuatu, khasnya Kenan.
Papa menghabiskan minumnya sambil berpikir.
Tidak ada pesan untuk Kenan? Tentu saja ada.
“Nan,” panggil Malik hingga Kenan menatap matanya. “Kamu jaga adik-adik kamu, Nan.”
Kenan hanya mengangguk, jawaban yang tidak terlalu repot.
“Kantor kamu baik-baik aja kan?” tanya Malik lagi.
“Baik.”
“Kalau gitu jangan pulang larut, Manda sendirian nanti. Gama banyak urusan di kantor karena akan handle kerjaan Papa.”
“Insya Allah, Pa.” Kenan tak seratus persen yakin sebenarnya. Kantornya sedang punya banyak tender dengan perusahaan skala menengah ke atas. Start up-nya bergerak di bidang teknologi informasi, baru tiga tahun berdiri tetapi sudah dipercaya menangani banyak masalah serta memberikan solusi bisnis pada perusahaan dari berbagai skala, mulai yang kecil sampai besar. Tagline perusahaannya lumayan keren, Malik sampai memberikan dua jempolnya.
Entrusted on us, grow your business with us.
“Kenan akan usahakan sebisa Kenan biar nggak lama-lama di kantor, Pa, Ma.” Tambah Kenan lagi, dia melihat kegelisahan di wajah ibunya. Tak enak hati.