“Abraham Lincoln adalah Presiden Amerika Serikat ke-16 yang juga merupakan seorang pengacara hukum. Di masa hidup dan jabatannya, beliau memimpin bangsa Amerika keluar dari perang saudara, mempertahankan persatuan bangsa, dan menghapuskan perbudakan...”
Flo mencolek pundak Meera yang duduk di depannya ketika Pak Dorce berjalan melewati mejanya. “Tadinya yang kutahu, Abraham Lincoln itu adalah pemburu vampir.”
Meera menoleh ke belakang dengan ekspresi datar, dahi dan kedua matanya mengernyit.
Flo hanya manggut-manggut.
Bel sekolah berdering.
“Baik, anak-anak.” Pak Dorce menutup buku sejarahnya, ia berjalan kembali ke depan kelas. “Jangan lupa untuk mengerjakan tugas esai sejarah kalian yang akan dikumpulkan dua minggu lagi, karena minggu depan adalah spring break.” Ia merapikan buku-buku dan folder berkasnya. “Jadi, selamat berlibur.” Beliau tersenyum sebelum melangkah keluar kelas.
Spring break adalah liburan singkat satu minggu yang terjadi pada pertengahan atau akhir bulan Maret untuk menyambut datangnya musim semi.
Semua anak langsung menjadi riuh setelah Pak Dorce meninggalkan kelas. Mereka membicarakan apa saja yang akan mereka lakukan minggu depan. Fabian dan para cowok merencanakan untuk pesiar di alam terbuka. Beberapa gadis membicarakan alat-alat perias wajah dan perawatan kulit, mengusulkan untuk pergi ke mall. Ada juga yang heboh tertawa dan main-main di belakang kelas. Mata Flo berkeliling memandangi keriuhan. Meera membaca sesuatu di ponselnya, dan Zizzy terlihat terganggu. Flo nyengir usil karena pasti gadis pendiam yang tidak suka bergerak itu pusing dengan keramaian ini.
Nuna yang sedang mengobrol dengan Karin memanggil Flo. “Hei, Flo.”
Gadis itu menoleh.
“Aku dan Karin sedang membicarakan acara liburan. Bagaimana kalau kita menginap?” tanya Nuna.
“Wah, ide bagus!” Flo mencondongkan posisi duduknya. “Kita mau menginap di mana?”
“Kita bisa menginap di vila atau resor, atau hotel-hotel unik yang pemandangannya bagus,” jawab Karin. Ia menggulir layar ponselnya lagi. “Aku sedang melihat harga-harga tempat menginap di kota dan sekitarnya.”
“Bagaimana kalau kita ke Grand Canyon saja?” usul Flo.
“Sepertinya terlalu jauh untuk liburan singkat-menginap ini,” sahut Nuna. “Lagi pula penginapan di sana cukup mahal.”
“Hmm.” Flo bersandar di bangkunya sambil menyilangkan kedua lengan.
Fabian memisahkan diri dari teman-temannya dan menghampiri ketiga gadis itu. “Kalian akan melakukan apa di liburan spring break nanti?”
“Kami masih memikirkannya,” balas Nuna.
“Omong-omong, kalian sendiri akan berlibur ke mana?” tanya Flo. Ia melihat Eagle, Alan, dan cowok-cowok lainnya sedang mengobrol. “Tampaknya asyik sekali.”
“Kami berencana pesiar ke alam terbuka. Tapi belum menemukan tempat yang cocok.” Fabian duduk di atas salah satu meja.
Sally ikut bergabung bersama mereka beberapa detik kemudian. Ia duduk di sebelah Fabian. “Claudia mengusulkan untuk pergi berbelanja dan manikur di salon, lalu karaoke,” ujarnya. “Ada ide yang lebih baik untuk menghabiskan spring break?”
“Bukankah memang itu yang dilakukan gadis-gadis?” komentar Fabian.
Sally hanya menyikut lengan cowok itu.
“Ada yang mau berlibur di kabin keluargaku?” celetuk Owen.
Flo, Karin, Nuna, Fabian, dan Sally menoleh ke arah cowok itu. Para cowok yang tadinya ramai juga ikut menoleh. Meera mendongakkan wajahnya dari layar ponsel. Bahkan anak-anak yang lumayan jauh dari mereka juga ikut mendengarkan. Sisanya masih mengobrol, tetapi lambat laun menyadari keriuhan kelas mulai meredam.
Owen berceletuk terlalu keras.
“Kabin keluargamu?” Fabian yang pertama menyahut.