Flo terbangun pukul setengah dua malam karena gigitan nyamuk. Ada dua bentol merah di lengan kanannya. Ia menggerutu. Bisa-bisanya di dalam kabin ini ada nyamuk yang menggigiti dan menghisap darahnya. Teman-temannya tetap tertidur pulas di kasur mereka.
“Nyamuk menyebalkan,” tukas Flo sambil mengusap-usap bekas gigitan nyamuk itu. “Kenapa cuma menggigitku saja. Dasar rese.”
Nyamuk-nyamuk itu mulai berdegung lagi di telinga Flo, membuat degungan menyebalkan. Flo menampar telinganya kesal.
Gadis itu bangkit dan turun dari tempat tidur. Kabin mereka gelap. Hanya ada cahaya dari bulan yang masuk dari jendela menerangi ruangan. Flo melangkah menuju meja kayu di dekat jendela. Ia menuangkan air ke dalam gelas dan meneguknya. Selagi minum, ia melihat bayangan seseorang melintas di luar jendela.
Hampir saja Flo tersedak. Ia terpaku di tempatnya. Rasa merinding menjalar di sekitar bahunya. Siapa itu? Apa ada pencuri? Dengan takut-takut, Flo mengintip dari balik tirai jendela. Ia menyingkap tirai itu sedikit. Flo sudah menyiapkan mental kalau-kalau dirinya melihat sesuatu yang membuat serangan jantung, tetapi ia hanya melihat seseorang mengenakan jaket dengan tudung menutupi kepala berjalan ke arah barat. Orang itu mengarah ke kabin Pak Tom, atau mungkin hutan. Beberapa detik kemudian dia sudah menghilang dari pandangan.
Flo cepat-cepat mengambil jaket dan memakai sepatunya, lalu keluar dengan hati-hati dari dalam kabin. Ia menutup pintu kabin dengan sangat pelan sebelum berlari mengikuti orang itu. Dari postur tubuhnya, orang itu tidak mungkin jauh lebih tua darinya. Tiba-tiba saja rasa penasaran gadis itu muncul yang membuatnya tergerak untuk berada di tepi danau saat pagi buta.
Bermodal senter dari ponselnya, Flo menyusuri jalan di antara tepi danau dan kabin-kabin. Semua kabin gelap, orang-orang tertidur pulas. Ia kehilangan jejak orang itu. Sambil melihat kanan dan kiri, Flo terus menyusuri wilayah penginapan. Ketika berada di dekat kabin Pak Tom, ia melihat bayangan seseorang tidak jauh dari kabin itu, dekat tempat Pak Tom menyimpan kano-kano. Terdengar bunyi seperti kayu diseret dan diangkat pelan. Dengan hati berdebar-debar, Flo berlari kecil ke arah orang itu. Dan saat Flo tinggal beberapa kaki lagi, orang itu berbalik menghadapnya.
“Gah!!” pekik mereka berdua terkejut.
Teriakan tertahan antara Flo dan orang itu membelah malam dengan cepat, dan sekejap semuanya kembali hening.
Flo refleks menyorotkan sinar senter ke wajah orang itu.
“Owen?!” seru Flo dengan mulut menganga. “Apa yang kau lakukan di sini?!” ia berbisik dengan keras.
Owen mengernyitkan seluruh wajahnya. Matanya menyipit menahan cahaya dari senter.
“Kau hampir membuatku terkena serangan jantung.” Ia menurunkan ponsel Flo dari hadapan wajahnya.
Flo mematikan fitur senter dari ponselnya. “Apa yang kau lakukan malam-malam begini?” sisa-sisa adrenalin masih terasa di sekujur tubuh gadis itu. “Kukira kau pencuri atau semacamnya.”
Seraya melepas tudung jaketnya, Owen mengambil napas panjang. Ia juga tidak kalah kaget dengan Flo. Gadis itu tiba-tiba muncul entah dari mana membuat jantungnya hampir copot dan bulu kuduknya berdiri.
“Kau berniat mencuri kano, ya?” tanya Flo dengan mata menyelidik.
Owen berdiri tegak. “Kenapa kau bisa mengikutiku kemari?”
“Aku sedang minum di dekat jendela ketika melihat bayangan seseorang mengendap-endap di luar kabin,” jawab Flo. “Makanya aku keluar dan mengikuti.”
Kalau dipikir-pikir lagi itu tindakan yang sangat berani. Flo tidak tahu apa yang merasukinya sampai berani mengikuti seseorang yang tidak dikenal saat hari gelap seperti ini.
Cowok itu menghela napas.
“Sebenarnya apa yang kau lakukan?” tanya Flo lagi. Ia menyilangkan kedua tangannya.
Owen ragu-ragu. “Ini akan terdengar sangat aneh dan mustahil.”
“Apa?”
“Sebenarnya ini hal konyol. Kau pasti tidak akan mempercayainya.”
“Owen.” Flo menatap temannya, ia memicingkan mata. “Katakan saja.”
“Uh, oke.” Owen menarik napas sebelum berkata. “Apa kau percaya dengan adanya Monster Loch Ness?”
Flo terdiam. Pikirannya berusaha memproses pertanyaan itu. “Monster Loch Ness?”
Owen mengangguk.
“Percaya tidak percaya. Tapi aku menyukai mitosnya."
“Itu yang sedang kulakukan sekarang.”
Flo menyatukan kedua alisnya. “Apa maksudmu? Kau sedang mencari Monster Loch Ness?”
“Beberapa minggu yang lalu ketika aku berkunjung kemari bersama ayahku saat akhir pekan karena dia ada urusan pekerjaaan, aku yakin aku melihatnya.” Owen menjelaskan sambil menoleh singkat ke arah danau.
“Waktu itu aku sedang jalan-jalan di dermaga pada malam hari. Aku mendengarkan lagu dari ponsel menggunakan earphone. Lalu jauh dari tengah danau, aku melihat sesuatu yang terlihat seperti leher dan kulit yang licin muncul dari dalam air. Makhluk itu menjulurkan bagian leher dan punggung atasnya ke permukaan, sebelum menghilang kembali ke bawah danau. Cahaya bulan memantulkan siluetnya. Aku yakin aku tidak sedang berhalusinasi. Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri ketika lehernya yang panjang keluar lalu masuk kembali ke dalam air.”
Air muka Flo berubah menjadi serius, bola matanya melebar. Ia jelas-jelas sekarang menjadi sangat tertarik dan penasaran. “Kau serius?”
“Seratus persen.” Owen mengacungkan dua jari membentuk huruf V.