“Aku ingin yang berwarna kuning!” Fabian langsung meloncat ke hadapan Landon untuk mengamankan alat snorkel yang ia mau.
Landon terkejut setengah mati. “Jangan mengagetkanku seperti itu!” serunya, menjitak kepala Fabian. Cowok itu sudah mengambil alat snorkel berwarna kuning yang tadinya dipegang Landon.
Fabian hanya cengar-cengir.
Mereka semua berpencar di seluruh sudut toko. Toko yang menyewakan alat-alat untuk snorkeling dan aktivitas di dalam air ini tidak hanya menyewakan barang-barang tersebut, tetapi juga menyediakan banyak suvenir dan printilan. Suvenir dan printilan dari toko yang bernama UnderLotus ini memang menjual kerajinan lokal untuk menunjukkan lingkungan khas di bawah danau dan di sekitar Danau Loh Nez.
“Hei, Raul, kau menyewa pelampung juga?” Alan menghampiri Raul yang sedang membungkuk mengambil pelampung dari rak kayu. Ia nyengir iseng.
Raul menggamit pelampung keselamatan itu di bawah ketiaknya. “Ya. Aku tidak bisa berenang.”
“Wow, coba lihat pajangan buaya air tawar ini!” seru Landon. Ia mengambil pajangan dengan figur dua ekor buaya, satu berada di darat dan satu lagi hanya terlihat moncong dan mulutnya karena tubuhnya berada di dalam air. Pajangan itu terbuat dari batu dengan ornamen-ornamen.
Eagle dan Karin sedang memilih-milih kaki katak, sementara Nuna mempertimbangkan apa dirinya harus menyewa kaki katak juga atau tidak.
“Menurutmu apa aku harus menyewanya juga?” tanya Nuna saat Sally berjalan menghampirinya.
Sally melihat kaki katak-kaki katak itu. Ia menoleh pada Nuna. “Kau pandai berenang?”
Nuna berpikir sebentar. “Aku tidak akan bilang pandai. Tapi aku bisa sedikit.”
“Menurutmu apa kau akan membutuhkannya nanti?”
“Mungkin saja.”
“Kalau begitu ambil.”
Sally berjalan melihat-lihat seisi ruangan toko. Ia mengamati setiap etalase dan rak-rak, juga barang-barang yang disediakan dan dipajang di sana. Saat melewati rak-rak tinggi, ia mendongak ke bagian atas dan menangkap sesuatu yang menarik perhatiannya.
Benda itu cukup tinggi. Sally harus berjinjit dan menggapai-gapai dengan usaha keras untuk menjangkaunya.
Satu lengan muncul di depan wajah Sally dan mengambilkan barang yang dari tadi ia coba raih.
“Ini dia,” ujar orang itu, yang ternyata anak lelaki pemilik toko ini.
“Terima kasih,” balas Sally sambil tersenyum.
Cowok itu hanya balas tersenyum, lalu pergi melewatinya.
Sally memperhatikan cowok itu berlalu. Tampaknya dia sebaya dengan dirinya. Rambutnya pirang kecokelatan dengan mata hijau kebiruan seperti warna permukaan danau. Cukup tampan juga. Sejak putus dengan Derek dua bulan lalu, Sally banyak menghabiskan waktu mempertimbangkan cowok-cowok yang ia temui. Paling sering Claudia yang memanas-manasi suasana dan membumbui setiap obrolan.