“Terima kasih, Pak Tom!” seru Flo, Meera, Sally, dan Owen bersamaan. Mereka masing-masing mengangkut satu kano berdua-berdua. Dayung dan jaket pelampung dimasukkan ke dalam kano.
Pak Tom mengamati dari kursi berandanya, ia memetik senar banjo. “Kalian akan berkano sekarang? Sebentar lagi gelap. Lihat, bintang-bintang sudah mulai bermunculan.” Pandangannya tertuju pada senar-senar banjo yang dipetiknya.
“Hehehe, kami mau melihat matahari senja, Pak! Pasti dari atas danau akan terlihat lebih indah,” sahut Flo sembari membopong kanonya bersama Owen.
Pak Tom hanya mengangguk, kembali memainkan musik-musik tradisional dengan banjonya.
Meera dan Sally meletakkan kano mereka di atas pasir basah, ombak kecil dari danau menyapu bagian bawah kano. Flo dan Owen tiba di sebelah mereka, juga meletakkan kano.
“Nah, kuharap malam ini kita dapat menemukan jawaban yang kita cari,” ujar Meera, memandangi permukaan danau. Ia membungkuk untuk meraih jaket pelampung dan mengenakannya.
“Apa yang sebenarnya kita cari?” tanya Sally. Ia juga mengambil pelampung dari dalam kano.
Meera mengaitkan pelampungnya. “Kita akan segera tahu.”
Flo melirik ponselnya, lalu memasukkannya kembali ke dalam saku celana jins. “Kita sudah tahu kalau Nessie itu nyata, dia ada di dalam danau ini. Terus kita juga sudah mengunjungi reruntuhan kastil itu.” Ia menoleh kepada Owen. “Apa yang ingin kau lakukan sekarang?”
“Hah?” Owen baru saja selesai memasang pelampungnya.
Meera duduk di tepi kano. “Yeah. Kaulah yang paling berniat untuk menemukan Monster Loch Ness itu dan membuktikan apa yang kau lihat beberapa waktu yang lalu bukan hanya halusinasi. Dan sekarang kita sudah membuktikannya.”
Owen bersanggah pada dayung, ia memutar-mutar ujung dayung di pasir. “Kurasa aku ingin mencoba melihatnya lebih dekat.”