Doa untuk Mu

Davie Al-Fattah
Chapter #2

Sunyi yang Mengajariku Bicara

Mungkin hanya kesendirian yang akan mengajarkanku untuk berfokus pada satu titik: damai, sebelum aku benar-benar paham makna dari doa yang melangit. Aku tak lagi mencari jawaban dari langit, juga tak lagi menagih tanda dari bumi. Kini aku hanya ingin belajar hadir, seutuhnya, di antara napas dan hening yang perlahan membentuk ruang baru di dalam diriku.

Pernah aku mengira kesendirian adalah kehilangan. Bahwa setiap sunyi adalah bentuk hukuman. Namun kini, semakin lama aku menapaki jalan ini, aku mulai mengerti — ternyata sunyi juga bisa menjadi taman. Tempat di mana luka beristirahat, dan jiwa mulai belajar tumbuh tanpa tergesa. Aku tidak lagi menolak sepi. Ku biarkan ia duduk di sebelahku, kadang hanya menatap tanpa kata. Ada hari di mana ia datang membawa kenangan, ada pula hari di mana ia hanya menemaniku diam hingga matahari terbenam. Aneh, tapi di sanalah aku menemukan sesuatu yang tak pernah kuduga: kehadiran. Kesendirian ternyata bukan ruang kosong, melainkan ruang yang penuh dengan gema langkah Sang Maha Pencipta. Ia hadir dalam bentuk paling sederhana: dalam hembusan angin yang menyentuh kulitku, dalam cahaya yang menembus tirai kamar, dalam detak jantung yang terus bekerja tanpaku suruh. Aku mulai belajar bahwa kehidupan itu sendiri adalah bentuk doa — bahkan ketika bibirku terdiam.

Dahulu, Hampa sering menghampiriku. Setiap bangun di pagi hari, aku bertanya: untuk apa lagi hari ini dijalani? Tapi kini, aku mulai memahami bahwa rasa hampa itu bukan musuh, melainkan undangan. Undangan untuk kembali mengenali diri sendiri, tanpa peran, tanpa nama, tanpa apa-apa yang disembunyikan.

Lihat selengkapnya