Dobel Klise

Nu
Chapter #2

Kejutan Luar Biasa

Begitu bel pulang berbunyi, guru Biologi yang mengajar terakhir di kelas X.3 memberi satu tugas kelompok, yaitu membuat makalah. Revi, Difa dan dua cewek lain berada di kelompok dua.

Difa mengemasi buku-bukunya dan melirik-lirik Revi yang melakukan hal sama. “Abis ini kita nonton yuk? Film yang tadi gue ceritain.”

Revi kira pembicaraan mereka sebelumnya berakhir pada kesimpulan Revi tidak mau pergi. Tapi Difa mengungkitnya lagi saat pulang.

“Filmnya bagus, nggak?” tanya Revi basa-basi. Ia tidak mau waktu tidur siangnya terbuang sia-sia karena menemani Difa nonton film tidak bermutu yang menghabiskan uang orang tua mereka.

Biaya sekali nonton bisa buat beli buku pelajaran, lumayan.


Revi bangkit dari kursi disusul Difa yang melambaikan tangan ke satu cewek yang tersisa dalam kelas.

“Dijamin, Rev. Coba lu lihat trailernya, pemainnya keren-keren, tu film memang bagus. Sumpah, bagus banget.” Difa menyejajarkan langkah dengan Revi.

Bukan sekali ini saja, cewek itu berlebihan dalam memuji sebuah film. Mana yang dipuji bukan jalan ceritanya tapi aktornya.

“Film seburuk apapun, kalau pemainnya cakep, pasti lu juga bilang bagus,” balas Revi. Mereka berjalan keluar kelas dengan langkah santai.

Difa cengengesan, tidak menyangkal karena faktanya memang begitu. Raut wajah Difa berubah ketika matanya menangkap sosok familier berjalan dari sisi kiri tapi ke arah parkiran, seperti tujuannya dan Revi sekarang.


“Woi,” teriak Revi refleks karena Difa mencubit pinggangnya dengan ganas. “Apaan

sih?”

 

Difa bungkam tapi matanya melirik-lirik liar, menyuruh Revi menoleh ke arah cowok yang ia maksud.

“Apaan, gue nggak ngerti. Ngomong yang jelas, lu punya mulut, kan?” ucap Revi kesal. Mata pelajaran Biologi yang masuk terakhir di kelasnya sudah menyerap seluruh kesabaran Revi. Ia gampang marah kalau lagi capek dan tingkah Difa membingungkannya.

Difa melirik Revi dan arah yang ia maksud bergantian. Tapi Revi hanya mengernyit bingung.

Karena lelah memberi kode, Difa menangkup dagu Revi lalu mengarahkannya ke kanan. Vano berjalan di antara siswa kelas dua belas menuju parkiran. Revi mendengus melihat cowok itu.

“Pengen banget gue botakin tu cowok, Rev,” bisik Difa. Ia dan Revi sama-sama jadi korban keganasan Vano saat mos. “Udah galak, songong lagi.”

Revi tidak berkomentar tapi matanya jelas memperlihatkan kebencian yang lebih besar dibanding kata-kata yang diucapkan Difa.

“Loh.” Difa kemudian terkejut lagi melihat Vano menghampiri seorang cowok di parkiran. “Kok dia temenan sama kak Vano sih? Nyebelin banget.” Difa bersungut-sungut, tidak terima kalau cowok idamannya berteman dengan senior yang ia benci.

“Pantesan sama-sama nyebelin,” ucap Revi. Senior yang ia benci dan banci yang hampir membunuhnya ternyata berteman dekat.

Suara pesan masuk mengalihkan perhatian Revi.


Papa tunggu di kantor.


Ada yang mau ketemu sama kamu, tapi ketemunya di Kafe The Boss. Jangan lama-lama, ya.

Setelah membaca pesan singkat dari papanya, Revina menoleh dengan ekspresi menyesal pada Difa.

“Kenapa muka lu? Lupa bawa dompet? Mau pinjam uang? Kebelet pipis, mau ditemenin ke toilet?” tanya Difa setelah mendapati tampang aneh Revi. Mereka sudah ada di

 

depan area parkir khusus roda dua, rencananya mau langsung ke mal nonton film yang katanya bisa bikin mata kecongkel saking gantengnya aktor yang main.

Revi menggelengkan kepala lambat-lambat. “Papa nyuruh gue ke kantornya sekarang.”

“Untuk?”


“Biasalah, kayak kemarin.” “Calon?”

Revi menghela napas. “Yep.” “Tumben ketemu di kantor.”

Lihat selengkapnya