Kakak kandungmu. Kakak kandungmu. Kakak kandungmu.
Candaan yang tidak lucu sama sekali. Vano adalah kakak kandung gue? Sejak kapan? Sejak naruto jadi hokage? Atau sejak harga smartphone gue turun drastis jadi satu jutaan?
Ini keterlaluan, Revi merasa harus memberitahu wanita itu kalau dirinya salah mengeluarkan candaan.
"Maaf, Tante,-"
"Dan saya adalah mamamu," lanjut Bu Risani tanpa menghiraukan sikap Revi yang ingin protes.
"Maaf karena meninggalkanmu selama belasan tahun. Tapi mama yakin, papamu sudah memberikan lebih banyak kasih sayang padamu. Kamu tidak perlu khawatir, mulai sekarang kita akan hidup bersama lagi. Kamu, mama, papa dan." Ia merangkul Vano. "Dan kakakmu."
“Papa dan Mama bercerai saat kamu masih berusia satu tahun, sejak itu kami tidak pernah lagi bertemu, kami sibuk menata kembali kehidupan kami dan lupa kalau ada dua orang anak yang perlu tahu siapa orang tua mereka.”
Revi menatap papanya, mama Vano dan Vano bergantian. “Ini bercanda, kan?” Selama ini Revi tahu kalau di belahan dunia lain, entah dimana itu, Revi punya kakak. Tapi…Vano?
Haruskah ia menghubungi rumah sakit terdekat agar mengirim ambulans segera?
Kenyataan Vano adalah kakaknya sungguh melukainya secara psikologis.
Revi bengong sembari matanya tertuju pada gelas minuman di atas meja. Ini adalah candaan paling garing yang pernah ia dengar. Sama sekali tidak lucu. Dari milyaran cowok di dunia ini, kenapa justru Revano yang ditakdirkan jadi kakaknya, senior yang akhir-akhir ini lalu-lalang dalam rencana balas dendamnya di sekolah.
"Mama dan Vano akan pindah ke rumah sebentar malam. Katanya kamu dan Vano satu sekolah. Kalian bisa bareng tiap pagi," ucap pak Agus. Sebelum Revi tiba, Revano lebih dulu bercerita tentang dirinya yang jadi panitia mos saat Revi mendaftar di SMA 1 Karya dan semua yang menghubungkannya dengan Revi. Kecuali satu, kejadian ketika adiknya itu pingsan digudang.
Tidak ada yang peduli dengan kebingungan Revi selagi ketiga orang itu larut dalam kebahagiaan karena keluarga yang terpisah bertahun-tahun, kini bersatu kembali.
"Kamu bisa nebeng ke sekolah atau diantar jemput ke mana pun sama kakak." Vano ikut bersuara.
Mama Vano. Wanita yang mengaku sebagai mama Revi, menyentuh tangan Revi di atas meja. "Kita akan hidup bahagia lagi. Berempat."
Revi menarik tangannya pelan-pelan, semakin pelan lalu menjadi sangat pelan. Tapi itu masih mengundang kernyitan Di dahi mama, Vano dan pak Agus.
Ia bawa kedua tangannya ke bawah meja, saling menggenggam di sana. Revi menunduk sambil mencoba tersenyum meski rasanya hambar.
"Maaf, Pa."
"Maaf Kak Vano." "Maaf, Tante."
"Revi pulang duluan."
Revi langsung berdiri dan berjalan cepat menuju pintu. Revi tidak tahan berlama lama mendengar fakta mengejutkan yang sangat mustahil. Dan mungkin akan membuat isi perutnya keluar lewat mulut.
Ia mengabaikan pak Agus dan wanita tadi yang meneriakkan namanya berulangkali.
Revi harus pergi dari sini. Kenyataan kalau Vano adalah kakaknya itu bikin mual.
Mama, kakak. Dua kata itu sangat asing dalam dunia Revi. Revi perlu waktu untuk menerima mereka.
Dan yang tidak kalah penting. Revi benci Vano. Bagaimana bisa Revi menganggapnya kakak setelah apa yang ia perbuat pada Revi minggu lalu.
Gara-gara sikapnya yang serupa iblis itu, Revi hampir mati ketakutan karena dihukum membersihkan gudang yang terkenal angker.
“Dia bilang dirinya seorang kakak? Wah, hebat benar,” gumam Revi.
Seolah kejadian minggu lalu itu hanya mimpi, Vano terlihat bertingkah naif dan mencoba bersikap baik. Tapi Revi tidak semudah itu melupa.
"Reviii."
Langkah Revi terhenti di tepi jalan saat hendak menyeberang. Revi melihat ke samping dan mendapati Vano. Ia terengah-engah menghampirinya.
"Lu mau kemana? Mama udah lama nggak lihat lu. Mama rindu. Ayo balik ke sana." Vano meraih tangan adiknya tapi ditepis.
"Enggak."
"Revi." Raut wajah Vano berubah kaget.
"Berhenti bersikap seolah kita ini memang keluarga. Gue nggak suka."
Vano melebarkan matanya. Terserah jika ia mau marah karena tersinggung atau mengadu pada papa. Revi tidak peduli.