Bulan demi bulan berlalu, kini aku dan Naila sudah menjadi siswa kelas X di pondok pesantren yang sama. Begitu juga dengan Tadhir, laki-laki itu melanjutkan pendidikannya di instansi yang sama denganku. Fase adaptasi dengan teman-teman baru pun kembali ku rasakan. Dalam satu bilik kamar di pondok pesantren ini terdapat 6 ranjang susun yang berarti dalam satu kamar terdapat 12 santri. Aku dan Naila berada di satu kamar yang sama, juga dengan 10 santri lainnya yang 5 diantaranya adalah alumni Tsanawiyah3 dan sisanya santri baru.
Masa Aliyah menjadikan aku menjadi pribadi yang sedikit berbeda dengan semasa Tsanawiyah. Aku semakin mengenal apa itu rasa suka kepada lawan jenis, kepada Tadhir tentunya. Beberapa bulan lalu, saat masih dalam waktu liburan setelah kelulusan, Aku dan Tadhir sudah sering bertukar pesan melalui aplikasi messenger kala itu.
Pada saat itu juga aku dan Tadhir resmi menjalin cinta monyet masa sekolah. Momen jadian kita bukan momen yang romantis menurutku.
Sepenggal chat yang membuat kami resmi berpacaran. Jangan berharap pacaran seperti remaja pada umumnya, kami hanya sekedar untuk memandang dari jauh pun sudah tidak boleh. Ini adalah cerita tentang sebuah pelanggaran yang sangat tidak diperbolehkan di lingkungan pesantren. Tapi apalah kita, sepasang remaja labil yang masih mencari tau apa rasanya cinta. Remaja yang masih mencari banyak pengalaman tanpa pernah berpikir panjang.