Dokter Biang Dilema Jurnalis

Yuisurma
Chapter #6

Artikel

"Rani, masuk sekarang."

Suara Surya memecah keheningan redaksi. Beberapa rekan menoleh, ada yang pura-pura sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, tapi aku tahu semua telinga sedang mendengarkan.

Ruangan Surya terasa pengap meski AC menyala kencang. Pria paruh baya itu duduk di balik meja kayunya, jari-jari mengetuk-ngetuk permukaan meja dengan ritme yang menunjukkan ketidaksabarannya.

"Duduk," katanya tanpa mengangkat kepala dari dokumen di hadapannya.

Aku duduk di kursi hadapan, punggungku tegak meski hati berdebar kencang. Aku sudah menyiapkan mental untuk percakapan ini sejak tadi malam.

"Artikelmu..." Surya akhirnya mengangkat kepala, menatapku dengan sorot mata yang sulit dibaca. "Ini sangat berbeda dari brief yang aku berikan. Kamu tahu kenapa aku minta kamu nulis artikel ini?"

Aku menahan napas.

"Pak Surya ingin agar kasus malpraktik di rumah sakit Bugar Raga diberitakan, agar masyarakat bisa mengetahuinya secara benderang, tidak samar-samar lagi seperti sebelumnya."

"Betul. Dan kamu tahu ekspektasi aku seperti apa?"

"Menulis artikel yang... yang menuduh dokter Rama bersalah." Kata-kata itu terasa pahit di lidahku.

Surya mengangguk.

"Nah, sekarang jelaskan kenapa kamu malah menulis artikel yang justru terkesan membela dia?"

Aku menarik napas dalam. Ini saatnya aku harus jujur dan berani mempertahankan pendirianku.

"Pak, setelah saya investigasi langsung ke lapangan, fakta yang saya temukan tidak mendukung tuduhan malpraktik terhadap dokter Rama. Keluarga korban tidak pernah menyalahkan beliau. Perawat-perawat senior memberikan testimoni positif tentang kompetensinya. Bahkan medical record menunjukkan bahwa dokter Rama sudah menangani sesuai prosedur medis yang benar."

"Tapi kamu tahu kan, publik butuh yang lebih... sensasional. Artikel seperti ini tidak akan menarik perhatian."

"Pak, bukankah tugas wartawan menulis kebenaran? Bukan sensasi?"

Lihat selengkapnya