Bus yang membawa Yerin dari bandara akhirnya tiba di halte dekat Trevi Fountain. Suasana keramaian yang asing menyambut Yerin begitu ia turun dari bus sambil mengangkat kopernya. Tiba - tiba suatu hal yang aneh dirasakan oleh Yerin. Sejenak ia berpikir untuk mencari sumber perasaan aneh tersebut. Keramaian. Yerin tidak suka keramaian, tetapi ia merasa keramaian yang dihadapinya kali ini sama sekali tidak mengganggunya. Senyumnya merekah dan ia mulai berjalan menuju air mancur yang menjadi salah satu icon wisata yang sangat terkenal di Roma.
Yerin mengeluarkan kameranya dan mengambil beberapa gambar dari air mancur terkenal itu. Lampu - lampu yang menyorot langsung ke Trevi Fountain membuat air mancur itu tampak sangat berkilauan. Aku masih tidak menyangka bisa sedekat ini dengan Trevi, ujar Yerin dalam hati. Sudah 15 menit Yerin memandangi air mancur itu. Kemudian ia memalingkan wajahnya dan melihat beberapa orang melempar koin ke dalam kolam yang ada di bawah air mancur. Konon jika kamu melempar koin ke dalam kolam air mancur itu, suasu saat nanti kamu akan "dibawa kembali" ke Roma.
Sudah pukul 18:30 ketika Yerin melihat jam tangannya. Yerin beranjak dari Trevi Fountain untuk mencari penginapan. Setelah berjalan sekitar sepuluh menit, langkah Yerin terhenti di depan sebuah toko roti. Luna Panetteria. Nama yang tertulis di bagian depan toko. Yerin mendorong pintu lalu masuk dan melihat sekeliling toko. Ia mendapati tempat itu tidak terlalu ramai oleh pengunjung.
Counter pemesanan makanan dan kasir tampak sepi, tidak ada yang menunggui. Yerin membaca menu yang tertera pada papan - papan kayu di tembok dan berusaha untuk mengerti makanan dan minuman apa saja yang tersedia karena semuanya ditulis dengan bahasa Itali.
"Anda mau segelas Dolce Latte dan Tiramisu?"
Sejak kapan dia ada di sana? Seorang laki - laki bertubuh tinggi, mungkin sekitar 185cm menurut Yerin, berdiri di belakang meja kasir sambil tersenyum samar kepada Yerin. "Ah iya. Boleh. Saya pesan itu saja," ujar Yerin pelan karena ia masih sibuk mengamati sosok yang baru pertama kali dilihatnya itu. "Semuanya jadi €5," kata laki - laki itu lagi. Yerin meletakkan uang di samping mesin kasir dan menunggu laki - laki itu menyiapkan pesanannya.
**********
Laki - laki itu bertubuh tinggi tegap dengan wajah yang tegas, mata berwarna hazel yang teduh, dan rambut coklat tua bergelombang. Hari itu ia memakai kemeja biru muda dan celana jeans yang tampak pudar. Sebuah appron berwarna maroon dengan tulisan "Luna Panetteria" terpasang rapi, melindungi kemejanya dari noda makanan dan minuman. Tangannya dengan cekatan meraih potongan kue yang tersusun di dalam display serta membuat kopi yang sangat harum.
Siang itu Luna Panetteria cukup ramai membuat laki - laki itu agak kewalahan melayani pelanggan. Menjelang sore, pelanggan yang datang mulai berkurang, memberikan kesempatan laki - laki itu untuk beristirahat sejenak. Ia pergi ke dapur untuk mengambil sebotol susu rasa mocha favoritnya. Ketika ia kembali ke counter depan, seorang perempuan bertubuh mungil dengan rambut lurus sebahu sedang melihat papan menu yang terpasang di dinding. Dari raut wajahnya mungkin ia sedang bingung.
"Anda mau segelas Dolce Latte dan Tiramisu?"
Perempuan itu seketika menoleh dan terdiam beberapa saat lalu berkata, "Ah iya. Boleh. Saya pesan itu saja." Laki - laki itu segera mengambil potongan kue tiramisu dari dalam display dan membuat Dolce Latte lalu meletakkan semua itu di atas nampan. Perempuan itu menaruh uang €5 di samping mesin kasir lalu membawa nampan berisi pesanan miliknya. Ia memilih meja yang terletak di dekat jendela di pojok ruangan.
**********
Malam semakin larut tetapi Yerin masih betah duduk di pojokan Luna Panetteria meskipun Dolce Latte di gelasnya tinggal sedikit dan ia sudah menghabiskan Tiramisunya. Hujan sudah berhenti sejak setengah jam yang lalu menyisakan jalanan basah yang berkilauan terkena cahaya lampu jalan. Pandangan Yerin masih tidak lepas dari orang - orang yang berlalu - lalang.
"Permisi, maaf mengganggu. Apakah Anda sudah selesai menikmati pesanan Anda? Sebentar lagi kami akan tutup." Seseorang membuyarkan lamunan Yerin. Perempuan itu menoleh dan melihat si laki - laki penjaga kasir. "Ah maaf! Saya tidak sadar sudah jam segini. Sebentar saya akan menghabiskan sisa kopinya dulu," ujar Yerin yang terdengar agak panik. Ia segera menghabiskan isi gelasnya lalu berdiri untuk membereskan mejanya.
"It's okay. I'll do that for you, Miss," kata si laki - laki penjaga kasir.
"Kuenya enak sekali dan... Aku suka kopinya. Thanks."
Yerin bergegas keluar dari kursi lalu menarik kopernya dan berjalan ke arah pintu Luna Panetteria. Tepat sebelum Yerin menghilang di balik pintu, si laki - laki penjaga kasir memanggilnya, "Tunggu sebentar!"