Roma, 22 Maret 2019
Yerin bergegas turun setelah mengambil tas berisi laptop dan kamera. Hari ini Kyle menawarkan diri untuk menjadi pemandu wisata. Mereka memutuskan untuk mengunjungi Colloseum setelah memeriksa ramalan cuaca yang mengatakan bahwa hari ini akan cerah sepanjang hari. "Buongiorno!" sapa Kyle begitu melihat Yerin keluar dari lobby. "Buongiorno, Kyle. Ayo jalan," kata Yerin antusias.
"Kau tidak ingin sarapan dulu? Ayo kita beli sesuatu untuk dimakan. Aku tidak ingin menggendongmu jika kau pingsan ketika naik tangga di Colloseum." Tawa renyah laki - laki pecah setelah mengatakan hal tersebut pada Yerin. Whoa... Suara tawanya pun sangat keren. Hanya dia apakah memang orang semua orang Italia seperti itu? Aku beruntung sekali datang ke sini, pikir Yerin yang masih terpukau mendengar Kyle yang tertawa.
"Hei, aku tidak selemah itu! Tapi ayo deh kita cari makanan dulu." Yerin berjalan mendahului Kyle. Kedua orang itu menyusuri jalan yang mulai ramai dengan penduduk lokal maupun turis. Kyle menyapa beberapa pemilik toko yang sedang bersiap untuk membuka toko mereka. Mereka berjalan terus melewati Luna Panetteria dan akhirnya mereka sampai di plaza tempat Trevi Fountain berada.
"Kau mau coba Gnocchi? Ada tempat yang menjual Gnocchi yang enak dekat sini." Kyle menunjuk jalan yang berada di sebelah kanan plaza. Yerin mengangguk setuju meskipun ia belum tahu seperti apa makanan yang bernama Gnocchi itu. Mereka terus berjalan ke arah yang ditunjuk oleh Kyle tadi dan sekitar lima menit kemudian mereka berhenti di depan sebuah toko kecil. Ada beberapa orang mengantre di depan toko itu. "Untung saja kita tidak datang lebih siang lagi," ujar Kyle ketika masuk ke antrean.
Yerin mengamati bagian dalam toko kecil itu dari jendela besar yang ada di samping pintu masuk. Di dalam toko itu ada enam meja yang semuanya telah terisi penuh. Seorang laki - laki berumur 20an terlihat sangat sibuk berlalu - lalang di antara meja - meja tersebut. Ia mengambil piring - piring kosong dan membawanya ke dalam sebuah ruangan di balik pintu di salah satu sisi toko. Tak lama kemudian ia keluar lagi dengan piring - piring berisi Gnocchi yang baru matang dan siap disajikan.
20 menit berlalu dan akhirnya Kyle dan Yerin mendapat giliran untuk masuk ke dalam toko. Ketika melihat Kyle lalu kepada Yerin, pemuda berumur 20an itu menyapa, "Buongiorno! Meja nomor lima kosong, kau bisa duduk di sana. Ngomong - ngomong, siapa temanmu itu? Dia baru di sini?" Kyle mengiyakan secara singkat lalu membantu Yerin untuk mencapai meja nomor lima. "Kau tunggu di sini sebentar ya, aku akan memesan makanan kita dulu," ujar Kyle yang segera beranjak menuju counter pemesanan.
Gnocchi adalah salah satu jenis pasta yang sangat terkenal, berbentuk seperti pangsit - pangsit kecil berbahan dasar tepung semolina, telur, dan terkadang ada juga yang menambahkan keju. Gnocchi disajikan dengan daging atau sayur yang ditumis dengan mentega dan herbs yang memiliki aroma khas. Ketika makanan mereka datang, Yerin segera mengeluarkan kamera dari dalam tasnya. "Tunggu ya jangan dimakan dulu hehe."
**********
"Kau sudah kenyang? Bagaimana menurutmu?" tanya Kyle ketika mereka berjalan menuju halte bus. "Delizioso, perfecto!" ujar Yerin berusaha menirukan nada bicara orang Italia yang ia tonton di film. Ia melanjutkan, "Apakah aku sudah terdengar seperti orang Italia?" Kedua orang itu tertawa kencang sampai - sampai membuat orang yang berada disekeliling reflek menoleh ke arah mereka.
Butuh sekitar 15 menit untuk sampai di Colloseum dengan menggunakan bus dari Trevi Fountain. Bangunan - bangunan berarsitektur zaman romawi kuno menjadi pemandangan yang memanjakan mata Yerin sepanjang perjalanan menuju Colloseum. Untuk sejenak Yerin merasa sangat bahagia, seperti saat ini adalah momen paling bahagia yang pernah dirasakan Yerin.
Bangunan berbentuk elips yang terlihat sangat megah terpampang di depan Yerin dan Kyle. "Oh I can't believe finally I'm here..." Tiba - tiba Yerin terduduk di atas rumput yang terpangkas dengan rapi dan mulai menangis. Kyle menjadi sangat bingung melihat reaksi teman barunya itu sehingga ia hanya berusaha untuk menenangkan Yerin dengan menepuk pelan bahu perempuan itu.
"Oh, sorry Kyle. A-aku hanya terlalu bahagia jadinya aku menangis," ucap Yerin diselingi isakan kecil. Perempuan itu segera menyeka air matanya dan kembali berdiri. Sedetik kemudian Yerin meletakkan tasnya di atas rumput dan memberikan kameranya pada Kyle lalu mulai berlari sambil berteriak. "WENDY, RINA, MAS YANU AKU SAMPAI DI COLLOSEUM!!!!" Yerin mengambil beberapa foto dengan ponselnya untuk dikirimkannya nanti pada teman - temannya di Jakarta.
"Kyle, coba foto aku. Colloseumnya harus terliat semua ya pokoknya." Yerin memasang pose terbaiknya dan laki - laki yang datang bersamanya itu mengambil beberapa gambar seperti yang dimintanya. "Coba sini lihat hasil fotonya. Whoaa kau cukup ahli ya ternyata. Bagus - bagus," puji Yerin yang disambut dengan senyuman kikuk Kyle. "Ayo kita masuk ke dalam," ujar Kyle kemudian.
Kyle menjelaskan bahwa Colloseum pada awalnya didirikan untuk tempat diadakannya pertunjukan bagi rakyat bangsa Romawi. Pertunjukan yang biasa diadakan di sana adalah pertarungan antara manusia dengan hewan buas atau manusia dengan manusia lainnya. Para petarung bertaruh nyawa demi menghibur para pemimpin dan bangsawan Romawi. Ada kalanya Colloseum digunakan untuk tempat eksekusi mati bagi penjahat yang melakukan kejahatan berat. Entah sudah berapa manusia dan hewan yang mati di sana demi memberikan kesenangan kepada orang - orang yang menonton.
Yerin berjalan perlahan menyusuri lapangan ditengah Colloseum yang tertutup pasir. Kata Kyle tempat itu diberikan pasir agar ketika pertarungan sedang berlangsung, darah dari para korban akan langsung terserap oleh lapisan pasir. Konon katanya kalau kau berkunjung ke Colloseum, kau masih dapat merasakan atmosfer pertarungan keji yang terjadi sedang para penonton bersorak kegirangan. Waktu berlalu dan tak terasa matahari sudah tinggi dan panasnya terasa menyengat. Colloseum tidak sepi pengunjung saat itu tapi Yerin merasakan suasana sepi yang tiba - tiba menyelimutinya. Ia duduk di salah satu bangku penonton yang terlindung oleh bayangan tembok Colloseum. Pandangannya sekali lagi menyapu sekeliling mencari Kyle yang beberapa saat lalu menghilang entah kemana.
Yerin memejamkan matanya sambil mengingat kembali alasannya pergi sampai sejauh ini. Ingatan tentang waktu - waktu yang dulu dihabiskannya bersama laki - laki yang hampir menjadi suaminya dan waktu ia melihat foto bukti perselingkuhan laki - laki itu tiba - tiba menyeruak ke permukaan membuat emosinya bergejolak. Tanpa sadar ia menangis sejadi - jadinya. Aku benci laki - laki itu, aku benci kenapa dulu aku dengan mudahnya menerima lamarannya. Ah sial, aku benci diriku sendiri. Kenapa aku ...