Roma, 6 April 2019
Apa yang membuatmu paling bahagia?
Setiap manusia berhak untuk merasa bahagia.
Jika kau tidak bahagia, cobalah bercerita.
Jam digital di atas meja kecil di samping kasur menunjukkan pukul 03: 20. Yerin menaruh pembatas pada halaman yang terakhir dibacanya lalu ia menutup buku dan meletakkannya di samping jam digital. Dua hari yang lalu Yerin pergi ke toko buku dan ia tertarik pada sebuah buku lalu membelinya. Di sampul buku itu tercetak gambar bunga Krisan berwarna kuning cerah.
Dua hari belakangan Yerin kesulitan untuk tidur. Berbagai cara sudah dicobanya agar bisa tertidur. Mulai dari mendengarkan musik, melakukan gerakan yoga, sampai membaca buku tetap tidak membantu sama sekali. Sekitar pukul 3 pagi ia baru bisa tidur. Lingkaran hitam mulai tampak di bawah kedua mata Yerin.
Pukul 9 pagi Yerin terbangun dari tidurnya karena seseorang mengetuk pintu. Kepalanya sangat pening ketika ia berdiri dan berjalan menuju pintu. Ketika ia membuka pintu, tampak Kyle yang sudah berpakaian rapi. Laki - laki itu agak terkejut melihat wajah Yerin yang pucat dengan lingkaran hitam dibawah kedua matanya.
"Kau baik - baik saja? Dari kemarin kau tidak kelihatan," tanya Kyle khawatir.
"I'm okay, aku hanya tidak bisa tidur dua hari terakhir," jawab Yerin pelan.
"Aku hanya ingin tanya kapan kita akan memasang wallpaper kamarmu agar aku bisa meluangkan waktu," kata Kyle memandang sepatunya.
"Besok saja bagaimana?" usul Yerin yang dijawab dengan anggukan Kyle.
Yerin mengikuti Kyle dengan pandangannya sampai laki - laki itu tidak terlihat lagi, kemudian ia menutup pintu kamarnya dan kembali berbaring. Ugh, kepalaku sakit sekali, erang Yerin sambil memegang kepalanya. Ia meraih ponselnya yang ada di atas meja kemudian memencet sederetan nomor lalu menekan tombok dial. Ayolah angkat. Kumohon. Tak berapa lama seseorang di seberang menjawab panggilan itu.
"Halo, Yerin. Ada apa?" Kyle menjepit ponsel di antara telinga dan bahunya karena ia sedang mengambil sepotong kue pesanan pelanggan.
"Sakit. Obat. Tolong..." Yerin berbicara dengan terbata.
Dug! Kyle mendengar suara sesuatu terjatuh di seberang.
"Halo? Yerin, kau kenapa? Jawab aku Yerin. Halo!" Kyle tidak mendapat jawaban apapun. Otot wajahnya menegang, pikirannya seketika menjadi kacau.
Laki - laki itu memberikan piring berisi kue yang diambilnya tadi pada Arth lalu segera melepas appron yang dipakainya. "Yerin sepertinya sedang tidak baik - baik saja. Tadi sebelum ke sini aku melihat wajahnya sangat pucat." Kyle mengatakan hal itu pada Arth lalu berlari menuju rumahnya dengan sangat tergesa.
"YERIN!" Kyle menggedor pintu kamar Yerin tetapi tidak ada jawaban. "YERIN ALEXANDRA!"
Kyle menekan ke bawah gagang pintu kamar Yerin dan voila! Pintu mengayun terbuka sedikit. Untung saja dia tidak mengunci pintunya. Betapa terkejutnya laki - laki itu mendapati si penghuni kamar sedang meringkuk di samping kasur sambil memegangi kepalanya dan mengerang kesakitan.
"Yerin! Apa yang terjadi padamu? Jawab aku, Yer," ujar Kyle seraya mengangkat perempuan itu ke atas kasur. Dia demam? Kyle memegang dahi Yerin dan sedetik kemudian ia segera turun untuk mengambil kantong es dan obat. Yerin yang meringkuk kesakitan memenuhi pikiran Kyle. Ia menyalahkan dirinya karena meninggalkan Yerin sendirian setelah melihat perempuan itu sangat pucat tadi.
"Yerin, minum dulu obatnya." Kyle membantu Yerin duduk dan memberikan obat serta air padanya. Ia meletakkan kantong es di dahi Yerin lalu menyelimutinya. Selama beberapa saat pandangannya tidak beralih dari wajah Yerin yang pucat. Getaran ponsel di saku celana mengalihkan perhatian Kyle. Ia mengangkat telpon dari Arth, "ya halo?"
"Nanti setelah jam makan siang aku akan ke rumahmu," Arth berbicara di seberang sana setelah mendengar kondisi Yerin. Kyle menaruh ponselnya di meja kecil lalu mengangkat kantong es dari atas dahi Yerin. Perempuan itu bergeming dan ia sudah tampak lebih baik. Sepertinya demamnya sudah turun, gumam Kyle setelah memeriksa suhu Yerin.
**********
"Dia kenapa?" tanya Arth seraya menarik kursi di meja makan. Ia baru saja sampai di rumah Kyle.
"Entahlah. Tadi dia meringkuk di lantai seperti sangat kesakitan ketika aku menemukannya," jelas Kyle yang sedang memotong wortel untuk membuat sup.
"Dia tidur sekarang?" tanya Arth lagi yang dijawab Kyle dengan gumaman pelan.
Kyle bergabung dengan Arth di meja makan setelah memasukkan potongan wortel ke dalam panci. Ia menaruh dua kaleng soda jeruk di meja kemudian Arth mengambil salah satu kaleng lalu membuka dan menenggak isinya.
"Sulit juga jika dia sakit begini, tidak ada teman atau keluarga yang bisa dihubungi. Kau tau untuk apa dia ada di Roma? Dia sudah 2 minggu lebih di sini, bahkan menyewa tempat. Pasti bukan sekadar untuk liburan." Arth meminum lagi sodanya, menunggu jawaban Kyle.
"Entahlah. Aku juga tidak tahu," kata Kyle sambil membetulkan posisi duduknya. "Dia hanya mengatakan padaku kalau ia sedang kabur. Entah kabur dari apa. Aku juga penasaran."
Arth menghela napas lalu berkata, "sebaiknya kita segera mencari tahu. Aku tidak ingin kau terlibat masalah."
Kyle mencicipi sup buatannya lalu mematikan kompor. Ia menyendok sup tersebut ke dalam mangkuk dan meletakkannya di atas nampan. "Kau mau melihatnya?" tanya Kyle pada Arth ketika akan membawakan sup untuk Yerin. Arth mengangguk dan mengikuti Kyle ke lantai tiga.
Kyle mengetuk pintu kamar Yerin lalu membukanya. Ia dan Arth mendapati Yerin sedang duduk di pinggir kasur, melihat ke arah mereka. "Hai, Yer!" Sapa Arth sambil tersenyum. Yerin tersenyum balik pada laki - laki itu. Kyle menaruh nampan di meja rias lalu bertanya pada Yerin, "Sudah merasa lebih baik? Tadi aku sudah memberimu obat penurun demam."
Yerin mengangguk pelan lalu merapikan rambutnya yang terurai dan mengikatnya asal. Wajahnya masih tampak pucat. "Kalian tidak jaga toko? Kenapa ada di sini?" tanya Yerin sambil memandang bergantian kedua orang di hadapannya.
"Sebentar lagi aku kembali. Kyle akan di sini, siapa tahu kau butuh sesuatu." Arth menyenggol lengan Kyle dan melirik pada temannya itu lalu melanjutkan, "oke, K?"
"Ah iya, tentu. Thanks, Arth. Kalau kau butuh sesuatu katakan saja." Kyle beralih pada Yerin.
"Aku pasti membuat kalian repot. Aku tidak tahu kenapa tiba - tiba begini," kata Yerin pelan sambil menatap lantai kamar.
"Habiskan makananmu. Aku akan ke bawah dulu dengan Arth." Kyle memberi kode pada Arth untuk mengikutinya ke bawah dengan menepuk bahunya.
**********
Kyle kembali ke kamar Yerin dengan membawa beberapa roti dari Luna Panetteria. Ia melihat si pemilik kamar sedang duduk di kasur sambil bersandar ke tembok, tangannya sedang mengetik sesuatu di ponsel.
"Hey gorgeous, aku bawa beberapa roti untukmu." Kyle meletakkan bungkusan berisi roti di samping Yerin.
"Kau masih memanggilku 'gorgeous' padahal wajahku lebih terlihat seperti zombie saat ini?" Yerin mengalihkan pandangannya dari layar ponsel kepada Kyle.
"Hahaha kau tidak terlihat seperti zombie," ujar Kyle lalu tertawa ringan.
"Lalu aku terlihat seperti apa?"
"Kau terlihat seperti... Yerin." Kyle menjawab asal.
Perempuan itu tertawa sebentar lalu kembali mengetikkan sesuatu di ponselnya. Tak berapa lama kemudian Yerin berkata, "Untung tadi kau menjawab teleponku. Kau tahu, aku benar - benar kesakitan, kepalaku seperti akan pecah. Apa jangan - jangan ini karena dua hari belakangan aku tidak bisa tidur ya? Tapi aku tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya meskipun aku kurang tidur karena lembur mengerjakan project di kantor."
Kyle teringat betapa panik dirinya ketika Yerin meneleponnya tadi pagi. Ia heran dengan fakta bahwa orang yang beberapa jam yang lalu membuat dirinya hampir jantungan karena panik, sekarang sedang melahap roti coklat seperti tidak terjadi apa - apa.
"Kau benar - benar sudah tidak apa - apa? Aku bisa membawau ke dokter," ujar Kyle kemudian. Sesungguhnya ia masih sedikit cemas.
"Tidak perlu, Kyle. Aku sudah jauh lebih baik. By the way, roti ini enak sekali. Kalian benar - benar bisa membuat roti yang enak," kata Yerin sambil mengangkat roti di tangannya.
**********