Jakarta, 31 Mei 2019
Albert melambaikan tangannya ketika ia melihat Yerin agar perempuan itu mudah menemukannya. Siang itu Yerin dan Albert makan siang di sebah restoran casual dining yang ada di daerah Senopati.
"Sorry lama. Tadi berangkatnya agak telat jadi kena macet," ujar Yerin yang tergesa menarik kursi kosong di seberang Albert.
"It's okay. Gue senggang kok hari ini. Langsung pesen aja kali ya." Albert melambaikan tangannya pada seorang waitress yang kebetulan lewat dekat meja mereka.
Yerin memberikan buku menu pada waitress sambil tersenyum. Sambil menunggu makanan, terjadilah sebuah pembicaraan canggung antara Yerin dan Albert.
"Lo masih suka makan soto ayam ya?" tanya Albert membuka pembicaraan.
"Ya tentu. Gue ga bisa menemukan soto ayam di Roma, gue belum nemu restoran Indonesia sih di situ."
"Lo ke Roma? Kapan?"
"Maret agak akhir sih kalau ga salah. Gue baru pulang 3 minggu lalu. Nanti gue mau balik ke situ, jadi gue mau puas - puasin makan soto ayam dulu di sini hahaha."
"Kapan lo pergi lagi?"
"Ga tau juga sih, kalau urusan di sini kelar ya gue langsung ke situ lagi. Kenapa?"
"Engga, nanya aja. Habis lama juga lo di sana. Lo kerja di situ?"
"Hmm engga sih. Kemarin cuma jalan - jalan aja. Nanti kalau jadi balik mungkin gue mau buka EO di situ bareng temen gue."
Waitress yang tadi mengambil pesanan Yerin dan Albert kembali dengan membawa pesanan kedua orang itu lalu meletakkannya di meja. "Selamat menikmati," katanya lalu beranjak untuk mengambil pesanan meja lainnya.
"Lo ga makan? Nanti keburu dingin," ujar Yerin dingin ketika tidak sengaja mendapati Albert sedang melihat ke arahnya dan belum menyentuh makanannya sama sekali. Albert seketika menjadi salah tingkah dan segera menyendok nasi goreng kambingnya.
*********
"Lo jalan - jalan ke Roma sebulanan, you're not in relationship with someone?" Albert bertanya dengan hati - hati.
"No. Makanya gue bisa sebulan di situ. Kalau lo? Bisa makan siang sama gue kaya gini?" Yerin menanyakan pertanyaan sejenis pada laki - laki di depannya.
"Me either."
Selama beberapa saat keheningan meliputi kedua orang itu, keduanya tidak tahu apa lagi yang harus dikatakan. Terlalu lama tidak bertemu satu sama lain membuat keduanya seperti lupa bahwa dulu mereka pernah dekat.
"Yerin," panggil Albert, "hmm gue tau ini terlambat banget, tapi gue pikir lebih baik dari pada engga sama sekali."
Yerin melipat tangannya dan meletakkannya di meja, menunggu Albert melanjutkan perkataannya. Yerin sama sekali tidak dapat menerka apa yang hendak dikatakan laki - laki itu. Albert menjatuhka pandangannya ke meja, seakan menghindari kontak dengan orang di hadapannya. "Gue mau minta maaf soal hari itu. The day I betrayed you. Waktu kita ketemu di cafe terakhir kali, gue ga punya kesempatan untuk bilang apa - apa ke lo.
"Gue salah. Salah banget. Waktu itu, gue ketemu perempuan itu lagi setelah beberapa tahun kita ga pernah ketemu. Dia temen kuliah gue. Gue pernah suka sama dia, dan dia tahu itu. Beberapa kali kami ketemuan tanpa sepengetahuan lo. Di saat kami ketemuan, gue kaya lupa kalau saat itu gue sudah punya orang lain yang harus gue jaga. Dan lo bisa nebak gimana kelanjutannya.
"Ya, gue tau itu wajar kalau lo marah besar, Yer. Satu hal yang masih jadi penyesalan gue sampai sekarang adalah gue belum minta maaf. Bahkan hari itu pun gue ga ngerasa mau minta maaf sama lo karena gue pikir lo aja sama sekali ga kasi kesempatan gue bicara. Berkali - kali gue coba hubungin lo cuma karena gue mau marah balik ke lo karena gue merasa ga pantas diperlakukan begitu. That's my ego. Setelah itu cuma ada penyesalan kenapa gue ga minta maaf sama lo.
"Bahkan sampai kemarin pas kita ga sengaja ketemu, rasa sesal itu tiba - tiba muncul lagi. Gue lega banget pas lo ga nolak ajakan gue buat ketemuan. Yer, meskipun ini sudah 3 tahun yang lalu, gue mau minta maaf sama lo, in a proper way. Maaf atas perlakuan gue 3 tahun yang lalu, gue menyesal karena sudah membuat lo kecewa dan sakit hati. Hal yang lebih memalukan lagi, gue mengalami hal yang sama persis setahun kemudian dan gue anggap itu karma karena gue sudah melakukan hal yang jahat sama lo."
Albert mengangkat wajahnya dan menatap Yerin, menunggu reaksi perempuan itu. Ayo kumohon katakan sesuatu, batin Albert. "It's okay," kata Yerin singkat lalu ia menghela napas, "tidak ada yang perlu dipermasalahkan lagi. Sudah tiga tahun yang lalu. Kita sudah sama - sama dewasa, ga perlu mempersulit hal - hal seperti ini. Gue juga sudah mengikhlaskan. Lagi pula gue juga salah karena ga memberi lo kesempatan buat bicara sama gue sedikit pun. Semoga suatu saat lo bakal ketemu seseorang yang memang ditakdirkan sama lo. You deserve to be happy too."