Dominic

Indah Pratiwi
Chapter #6

#6

Mengenai melenyapkan semua keluargaku ini, aku sering sekali memikirannya. Sama seringnya aku memikirkan bagaimana caranya mati atau menghilang selamanya-lamanya dan tak pernah lagi ditemukan. Rasanya aku harus melakukannya karena jika tidak, maka akulah yang harus lenyap. Tapi, ada saat di mana aku bahkan sangat ketakutan setengah mati pada pikiranku sendiri. Mengapa aku bisa memikirkan hal semacam itu? Pikiran itu benar-benar ada di dalam kepalaku dan menunggu untuk diwujudkan. Kadang aku memukul-mukul kepalaku, dengan begitu aku bisa mengeluarkan pikiran itu dari sana. Atau kadang membenturkannya ke tembok, aku pikir dengan begitu, seseorang jahat yang membuat rencana itu di dalam sana, kehilangan keseimbangan, terjatuh dan mati. Atau ada seseorang yang bisa menyalakan lampu-lampu di dalam kepalaku supaya sedikit lebih terang. Aku yakin, jika bisa mengintip masuk ke dalam kepalaku sendiri, aku pun akan merasa ciut.

Aku memeriksa semua lubang yang ada di wajahku. Berharap “orang-orang” kecil yang ada di dalam kepalaku keluar. Namun, tak ada yang muncul, meski hanya sekadar kepulan asap kecil juga tak ada yang keluar.

Kadang aku memperhatikan teman-temanku, mereka bisa tertawa lepas dan bergembira, rasanya aku ingin berjalan ke sana, dan bertanya bagaimana caranya mereka bisa seperti itu? Mengapa aku tak bisa menjalani kehidupanku seperti teman-temanku? Aku bahkan tak ingin memikirkan hal-hal seperti ini, dan pikiran mengapa aku memikirkan ini juga sangat menggangguku. Di usiaku yang kelima belas tahun ini, aku tidak pernah sebenar-benarnya merasakan bahagia, kadang hanya rasa sedihku saja yang berkurang, jika sedang beruntung.

Aku mestinya memikirkan hal-hal seperti sekolah, bermain, belajar untuk masuk ke SMA unggulan, tapi aku benar-benar tak bisa memikirkan hal lain selain melenyapkan diriku atau keluargaku. Mengapa aku hanya memikirkan kematian? Aku terlalu muda untuk memikirkan hal semacam itu. Mungkin ketika aku telah tua dan sakit-sakitan, aku baru akan memikirkannya. Aku juga akan baru memikirkan Tuhan. Orang yang sudah tua dan sakit-sakitan selalu punya banyak waktu untuk memikirkan Tuhan.

Setiap hari rambutku terus menerus rontok. Saat aku menyisirnya, ratusan helai bisa terbawa sisir dan baru aku sadari beberapa hari terakhir jika kulit kepalaku bagian depan sudah mulai terlihat. Benar-benar kacau, saat aku melihat diriku sendiri di cermin. Ya, ampun, aku tahu diriku tidak menarik, tetapi bayangan di hadapanku itu benar-benar jelek sekali. Melihat bayanganku sendiri malah membuatku semakin sedih.

Lihat selengkapnya