Don't Let Me Love You

rav_
Chapter #17

Sebuah Buku Tanpa Judul

Titik kebahagiaan iblis pendendam adalah hari kematian mereka sendiri. Bayangan akan kata 'senadainya' keinginan dan keserakahan mendominasi dalam sebuah kemarahan yang tak tertahankan.

Dengan bertumpu pada kedua lutut, gadis itu coba bangun, kembali berlari menjauh dari pantai, menuju perumahan warga. Namun, maniknya membulat. Seketika langkahnya terhenti, sementara Shall semakin dekat di belakang.

"Bagaimana jika Gom menyadari energi kemarahan Shall? Dia mungkin akan datang ke sini."

Aire berbalik, Shall tepat berdiri di depannya, mengangkat tangan tinggi-tinggi, siap mencakar sosok di hadapannya. Aire menyilangkan tangan di depan wajah, tetapi cakaran itu tak kunjung dirasa.

Dengan keberanian tipis, Aire coba membuka mata, menatap pria iblis di hadapannya yang diam mematung. Menatap dirinya dengan manik mata merah yang perlahan memudar.

Shall mencengkeram erat pundak, Aire, menariknya menjauh dari tempat itu. Dari sudut mata, terlihat sesosok pria besar dengan sayap hitam di belakang tubuhnya, berjalan di tepi pantai, memandang ke lautan.

Napas Aire sedikit tercekat, Shall menutup hidungnya, membekap dengan satu tangan lain. Ia menatap pria iblis itu meneguk ludah, panik. Tak ada pergerakan, dunia seolah kehilangan waktu dan berhenti bergerak.

Shall mendekatkan wajah, mempertemukan belah bibir mereka. Manik Aire membelalak kaget, tak ada persiapan untuk tindakan Shall yang tiba-tiba mencium, menahan tengkuknya untuk tidak bergerak.

Gelap. Dingin. Rasa manis dapat Aire rasakan di bibir, menyeruak ke dalam hati, meninggalkan rasa sakit yang berbekas. Sedetik kemudian Shall mendorong Aire sedikit jauh darinya, menghindari kontak wajah dari gadis itu.

Aire mengernyit heran, ia tak berada di Eden. Ciuman sebelumnya selalu membawa mereka berpindah ke dunia ilusi ciptaan pria iblis itu, tetapi tidak dengan kali ini.

Suara debum terdengar cukup nyaring, bersamaan dengan pekik kesakitan si gadis yang jatuh dari luar jendela. Dengan terburu ia menutup jendela, lalu menatap ke sekeliling. Shall tak ada di sana.

"Aire, ada apa?" tanya Mama yang membuka pintu kamar putrinya dengan raut panik, di ikuti Tuan Hong di belakang.

Gadis itu menggeleng pelan, dengan senyum getir. Kedua tangan memeluk tubuh, sedikit mengigil setelah dingin udara luar menusuk hingga ke tulangnya.

"Kenapa udara mendadak sangat dingin?" gumam Tuan Hong. "Sepertinya akan terjadi badai. Aire, cepat tutup jendela dan tidur."

Aire mengangguk, sedikit berlari menuntup jendela kamarnya, lalu berbaring di ranjang, menatap langit-langit, termenung. Kedua orang tuanya berlalu dengan senyum hangat, tetapi Aire merasakan dingin dan hampa pada tatapannya-manik gelap, tetap seperti milik Shall.

Suara angin bertiup dari luar. Aire menggulung dirinya dengan selimut. Jika iblis itu datang, Shall pasti tak akan datang menolong, karena hanya ia yang bisa mengalahkan iblis Gom.

Gadis itu menutup telinga dengan kedua tangan, menejam erat, dan selimut menutup hingga ke atas kepala. Tubuh ramping itu sedikit bergetar, merasakan presensi lain dalam ruangan itu.

"Tidak, itu bukan Shall. Aku tidak merasakan aura hangat dan manis biasanya," batin Aire. gadis itu memejam semakin erat, menggigit bibir, ketakutan.

Lihat selengkapnya