Don't Forget Me, Please?

William Oktavius
Chapter #4

Who Are You?

---Jonatan---

Gua menatap kalender yang ada di kamar. Tertera bulan Maret di sana. Tidak gua sangka bahwa sudah hampir satu tahun gua kehilangan orangtua. Gua sebenarnya tidak begitu ingat mengenai apa yang sudah terjadi. Tapi, berdasarkan informasi dari orang yang merawat gua saat ini, orangtua gua meninggal di akhir bulan Maret tahun lalu. Mereka ingin gua berziarah ke kuburan orangtua gua di saat peringatan satu tahun kematian papa dan mama. Jadi, gua sekarang harus bersiap-siap karena tanggal keberangkatannya sudah tidak lama lagi.

“Akan terlihat seperti apa ya di sana?” gumam gua saat mengambil beberapa pakaian yang ada di lemari. Sudah lama gua tidak menginjakkan kaki di kampung itu. Jadi, gua tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi di sana. Selain itu, sejak gua berada di Jakarta, seingat gua, gua tidak pernah pulang kembali ke tempat itu. Karena itu, gua sedikit bersemangat untuk perjalanan kali ini.

“Jonatan, sudah selesai beres-beresnya?”

Saat gua sedang asik membereskan barang-barang gua, om dan tante gua datang menghampiri ke kamar gua. Kebetulan gua membiarkan kamar gua terbuka, jadi mereka berdua bisa melihat gua sedang sibuk menata barang-barang yang hendak dibawa pulang ke kampung.

“Ini lagi diberesin kok, Om. Lagipula kan masih ada waktu buat beres-beresnya,” jawab gua demikian. Memang benar sih, kan perginya gak besok banget. Jadi, gua masih ada waktu beberapa hari untuk memastikan barang-barang gua tidak ada yang tertinggal.

“Kita tiga hari lagi bakal berangkat loh. Jadi, jangan sampai ada barang yang ketinggalan ya.”

Gua tertawa kecil saat mendengarkan nasihat mereka. “Tenang aja, Om dan Tante. Kita kan cuma mau pergi beberapa hari aja ke sana. Jadi, bawaannya juga gak banyak-banyak amat kok.”

“Benar sih. Tapi, biasanya kan ada aja yang suka ketinggalan kalo gak teliti. Kayak charger-an handphone, atau peralatan mandi, atau barang-barang kecil lainnya. Iya sih, bisa dibeli lagi nanti. Tapi, repot kan kalo misalkan benaran gak ada padahal lagi dibutuhin?”

Ah, Tante. Memang susah untuk orang yang cukup teliti dalam setiap melakukan sesuatu. Omong-omong, Om Satria dan Tante Melanie ini menjadi orangtua asuh gua sejak tahun kemarin ketika orangtua gua meninggal. Sebenarnya, gua bisa aja hidup mandiri. Tapi, karena gua belum lulus SMA, dan juga terkadang urusan sekolah juga ribet kalo misalkan gak ada wali, jadilah mereka memutuskan untuk mengasuh gua sampai gua lulus SMA. Mereka mempunyai dua anak, tapi kedua anaknya itu sedang berkuliah di luar negeri. Kebetulan anak mereka juga masih belum pulang ke Indonesia, jadilah gua hitung-hitung sekaligus menemani mereka di Jakarta. Simbiosis mutualisme yang cukup baik.

“Nanti Jonatan bakal periksa lagi kok, pas malam sebelum berangkat,” ucap gua lagi. Jawaban yang cukup menenangkan untuk mereka seharusnya. Sebelum pergi mengecek kembali barang bawaan, lalu kegiatan itu dilakukan di malam hari sebelum berangkat. Andaikan masih ada yang tertinggal, tentu waktu yang tersedia masih cukup untuk beres-beres kembali.

“Baiklah kalau begitu. Om dan tante pergi dulu ya. Nanti kalau misalkan kamu butuh sesuatu, atau ada barang yang kurang, kasih tahu aja ya. Tapi, jangan dadakan, biar om dan tante gak pusing juga nyari barangnya.”

Gua kemudian tersenyum dan berterimakasih kepada mereka. Sungguh om dan tante yang baik kepada keponakannya, tidak seperti berita kriminal yang sering gua baca di sosial media. Sepertinya gua harus banyak-banyak mengingat kebaikan mereka dan tidak melupakannya di masa depan nanti. Setelah itu, gua kemudian membereskan kembali barang-barang gua yang hendak dibawa, lalu gua memilih untuk beristirahat. Menjaga kondisi fisik agar tidak drop saat hari kepergian menuju kampung gua itu.

*****

Perjalanan yang melelahkan. Setelah sampai di kampung gua, gua kemudian pulang ke rumah orangtua gua. Om dan tante ikut menginap di rumah gua. Setelah satu hari memulihkan badan, hari ini gua dan mereka berdua mau berziarah ke makam orangtua gua.

Lihat selengkapnya