---Haruna---
Aku baru mengetahui bahwa libur akhir tahun di saat perkuliahan ternyata cukup pendek. Tidak seperti ketika aku di SMA, yang libur akhir tahunnya sekaligus berbarengan dengan libur musim dingin, aku di perkuliahan hanya mendapat libur sekitar enam hari. Ini karena kalender akademik kampus yang belum memasuki jadwal libur, jadinya akhir tahun pun hanya diberikan jatah libur beberapa hari saja.
Memasuki semester kedua perkuliahan, aku merasa semuanya berjalan cukup cepat. Terkadang, aku juga masih mengalami mimpi bertemu dengan Jonatan. Meskipun demikian, sepertinya intensitasnya cukup jarang. Aku rasa sepertinya terjadi sekitar satu minggu sekali. Selain itu, di semester dua ini, aku juga ikut dalam beberapa kegiatan festival di kampus. Jadinya, aku bisa sedikit melupakan mengenai Jonatan.
“Ah, aku jadi ingin cepat-cepat libur pergantian semester lalu pergi ke Indonesia lagi.”
Aku menatap salju yang tengah turun dari jendela apartemenku. Suhu udara saat ini cukup dingin, jadi aku menggunakan penghangat ruangan agar kamarku menjadi lebih hangat. Aku menjadi sedikit rindu dengan suasana pantai di Indonesia yang suhunya cukup bersahabat. Sepertinya sepanjang tahun tidak perlu menggunakan penghangat ruangan karena suhunya masih dapat diterima oleh tubuh.
Saat sedang memikirkan indahnya pantai di Indonesia, aku jadi teringat saat aku membaca salah satu buku di perpustakaan kampus. Walaupun sebenarnya itu sudah cukup lama sejak aku membaca tulisan di buku itu, aku masih dapat mengingat mengenai penjelasan yang ada di sana.
“Keberadaan kuil di pantai ini sengaja dibuat sedikit dalam. Beberapa pakar menyatakan bahwa kuil ini ingin dijadikan tempat untuk menyimpan barang-barang peninggalan kuno, namun kebenarannya masih terus diselidiki hingga saat tulisan ini sedang dibuat.”
Saat itu, aku berpikir sejenak. Apa jangan-jangan ini penelitian yang dosenku sempat singgung? Waktu di kelas, dosenku sempat bilang bahwa ada salah satu kuil di Indonesia yang letaknya cukup terpencil. Diperkirakan ada beberapa benda kuno yang disimpan di sana. Namun, karena tempatnya cukup terpencil, jadi penelitiannya masih berlangsung. Karena itu, dosenku ingin juga meneliti apa yang ada di sana.
Aku mengingat kembali mengenai kuil itu. Kuil yang pernah aku datangi dengan Jonatan ternyata ada menyimpan beberapa benda unik. Sayangnya, karena lokasi kuil itu memang cukup terpencil, jadinya tidak banyak orang yang berkunjung ke sana. Kebetulan sekali aku dan Jonatan pernah bermain ke kuil itu, jadinya aku cukup familiar saat membaca tulisan yang ada di buku itu.
Tujuanku ke Indonesia kini sedikit berubah. Walaupun tujuan utamanya masih tetap sama, yaitu ingin bertemu dengan Jonatan, tapi aku sekarang sudah mempunyai rencana lain jika ternyata aku kembali tidak bisa bermain dengan anak itu. Aku ingin menjelajahi lebih dalam lagi mengenai kuil itu dan mencari kebenaran seperti yang ada di buku itu. Petualangan yang seru ini sudah menanti diriku di liburan beberapa minggu lagi.
*****
“Haruna, malam tahun baru kita ke kuil bersama yuk?”
Hari terakhir dalam tahun telah tiba. Sebentar lagi, kami akan merayakan tahun baru. Sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Jepang untuk pergi menuju kuil saat menjelang tahun baru untuk memohon berkat di tahun yang akan datang nanti. Aku berpikir sejenak. Tidak ada salahnya juga pergi ke kuil. Lagipula, aku juga sedang tidak ada kegiatan, jadi lebih baik mengisi waktu liburan dengan pergi ke luar.
Malam pergantian tahun tiba. Aku bersama teman satu jurusanku pergi bersama-sama menuju kuil untuk berdoa menyambut tahun baru. Setelah itu, kami berdua juga ingin melihat matahari terbit dari salah satu bukit di dekat kuil itu. Selain pergi menuju kuil, melihat matahari pertama terbit di tahun yang baru juga sudah menjadi salah satu tradisi tahun baru bagi masyarakat Jepang. Berdoa memohon keberuntungan di tahun yang akan berjalan sambil menantikan matahari pertama muncul di tahun baru.
Kami kemudian pergi berdoa di tempat yang sudah disediakan. Selain itu, kami juga ingin melihat keberuntungan yang akan diperoleh pada tahun berikutnya. Hitung-hitung sebagai pelengkap agar bisa lebih siap untuk menjalani tahun yang baru nantinya. Kami lalu menerima omikoji, yaitu sebuah kertas kecil yang berisikan ramalan yang muncul. Walaupun belum tentu akurat, tapi memang kurang lengkap rasanya jika tidak mencoba hal yang satu ini.
“Kamu dapat apa?” tanya Sakura setelah aku selesai mengambil kertas yang sesuai dengan nomor yang aku terima.
“吉,” ucapku sambil menunjukkan lembar omikuji yang aku dapatkan. Kichi, artinya keberuntungan. Jadi, aku berharap saja agar apa yang tertulis di kertas ini dapat terwujud. “Kalau kamu sendiri?” tanyaku balik saat melihat Sakura membuka kertasnya.
Tapi, seharusnya aku tidak menanyakannya. Ekspresi Sakura menjadi sedikit sedih. Pasti dia dapat yang buruk, pikirku. Sakura memperlihatkan kertasnya kepadaku dan terlihat tulisan 凶 di sana, yang artinya tidak beruntung.