--- Haruna ---
Aku merasa sedih saat melihat Jonatan begitu terpukul begitu aku memberitahunya bahwa aku sudah meninggal. Ia terlihat tidak ingin menerima kenyataan bahwa aku memang sudah berbeda dimensi dengannya. Terlihat dari caranya terus membantah ucapanku. Walaupun aku sudah menjelaskan bahwa aku benar meninggal dan tidak berbohong, tetap saja dia masih tidak percaya. Bisa-bisanya dia mengira aku bercanda. Ya walaupun aku juga ingin mengajaknya bercanda juga sih. Sayangnya, aku meninggalnya kan beneran. Akhirnya, aku memutuskan untuk membuktikannya secara langsung dengan saling bersalaman. Jika memang aku berbeda dimensi, tentu dia tidak bisa menyentuhku, begitu juga dengan aku.
Dia mencobanya. Dan ternyata memang aku-lah yang benar. Jonatan akhirnya menerima kenyataan bahwa aku sudah tiada. Wajah lucu karena kagetnya itu cukup menarik. Tanpa sadar, aku tersenyum karena bisa menang dari anak itu. Tapi, memang dasar sepertinya Jonatan adalah cowok yang mengutamakan logika, dia masih saja tidak percaya. Keras kepala sekali. Bahkan sampai menganggap apa yang terjadi padanya itu adalah mimpi.
Nyaris saja aku tertawa saat melihat Jonatan kesakitan saat mencubit pipinya. Ya, itu artinya kamu sedang tidak berada di dunia mimpi, Jonatan. Apa yang kamu lihat itu memang benar terjadi di dunia nyata, sayang saja tidak bisa dijelaskan melalui logika karena ini termasuk salah satu keajaiban yang diberikan Tuhan kepada kita berdua.
“Oh iya. Gua masih menyimpan tali yang lo berikan, Haruna. Sepertinya sudah tidak bisa dikembalikan karena lo sudah meninggal, jadi biar gua yang simpan aja ya, sekaligus biar gua bisa terus ingat sama lo.”
Jonatan tiba-tiba menunjukkan tali merah yang pernah aku berikan kepadanya dulu. Syukurlah, dia masih menyimpannya dan kini bisa ingat kembali asal dari tali itu. Awalnya, aku merasa sedih karena Jonatan tidak ingat mengenai tali merah itu. Tapi, setelah mendengar penjelasan Jonatan bahwa ia lupa ingatan, aku akhirnya merasa lega karena Jonatan lupa bukan karena keinginannya, melainkan karena keadaan. Meskipun begitu, tetap saja aku terkejut karena tali itu muncul secara mendadak. Jadinya, aku hanya bisa terbata-bata saat menyebut tali itu.
“Ta…tali itu…”
Sepertinya aku tahu sekarang kenapa kami berdua masih bisa saling melihat. Kami ternyata masih terikat dalam janji yang pernah kami buat. Melalui tali merah yang aku berikan, ikatan antara kami berdua masih terjalin. Selain itu, permohonan pada bintang jatuh dan juga harapan pada papan permohonan juga membuat kami akhirnya bisa saling dipertemukan, baik di dalam mimpi maupun saat ini.