Don't Forget Me, Please?

William Oktavius
Chapter #28

Thinking About Haruna

---Jonatan---

Haruna udah meninggal. Fakta itu terus berputar di kepala gua. Padahal ini adalah hari terakhir gua berada di kampung. Namun, gua malah terus-menerus memikirkan anak itu. Kira-kira, dia sekarang bagaimana ya? Apakah benar setelah dia bisa berbicara dengan gua, dia bisa beristirahat dengan tenang dan akhirnya pergi menuju surga? Tapi, kalau dari kejadian di mana kemarin tiba-tiba Haruna menghilang, sepertinya gua bisa mengasumsikan anak itu telah selesai dengan urusannya di dunia dan bisa pergi menuju surga.

“Ah, andai aja gua bisa ngucapin selamat jalan dengan benar ke anak itu,” gumam gua sedikit kecewa. Jelas saja, Haruna tiba-tiba menghilang dari hadapan gua. Gua padahal ingin mengucapkan selamat jalan sebelum Haruna pergi. Tapi, gua bisa apa. Biasanya kan orang kalau meninggal juga tiba-tiba kejadiannya. Tidak ada yang tahu kapan dia akan pergi meninggalkan dunia. Seperti yang terjadi pada orangtua gua saja. Jadi, seharusnya gua lebih banyak bersyukur karena bisa bertemu lagi dengan Haruna, sekalipun gua tidak bisa berpamitan dengan baik pada anak itu.

“Jonatan, kamu jadi belanja? Kita nanti malam bakal pulang ke Jakarta loh. Jadi, kalau kamu mau belanja, lebih baik sekarang ya.”

Gua sesaat tersadar dari lamunan gua saat om gua mengingatkan kembali mengenai belanja. Gua baru ingat bahwa gua belum membeli sesuatu untuk teman-teman gua. Hari sudah mulai siang. Untung saja bawaan gua saat datang ke tempat ini tidak begitu banyak. Jadi, gua bisa membereskannya dengan cepat. Gua melihat sejenak ke arah jam. Sekarang sudah jam sepuluh pagi. Gua masih ada waktu lima jam untuk berkeliling, sebelum nanti jam lima sore gua berangkat menuju bandara dan take off dari pesawat lima jam setelahnya.

Baiklah, gua membeli yang simple saja. Yang penting tidak pulang dengan tangan kosong agar dua anak itu tidak rewel. Gua lalu segera membereskan makanan gua, kemudian beranjak pergi ke salah satu tempat oleh-oleh yang ada di daerah gua.

Walaupun gua tidak bisa menerima ini, tapi kenyataannya sudah tiba. Waktu liburan gua sudah habis. Saatnya kembali menghadapi rutinitas di Jakarta. Sebelum gua pergi meninggalkan kampung gua, gua menatap sejenak pantai yang ada di dekat rumah gua. Dalam hati gua, gua berjanji kembali untuk segera kembali dan menuntaskan apa yang Haruna pinta kepada gua.

“Gua akan segera kembali ke sini untuk menemui lo, Haruna. Setelah gua lulus dari sekolah, gua bakal segera mencari kebenaran mengenai keberadaan lo. Tunggu gua kembali, Haruna.”

*****

Lihat selengkapnya