---Jonatan---
“Jonatan, lo ada kegiatan gak habis ujian nasional? Pergi bareng yuk bertiga. Kan habis UN, kita langsung benar-benar libur sampai pengumuman kelulusan.”
Gua menoleh ke arah Revandra saat anak itu tiba-tiba mempunyai ide untuk berlibur. “Padahal kemaren-kemaren lo yang ingatin gua buat fokus belajar karena bentar lagi mau ujian nasional. Tapi, sekarang malah lo yang mikirin liburan. Harusnya pusingin itu ujian dulu. Minggu depan udah ujian kita tuh. Gimana sih,” protes gua sambil mengingatkan pentingnya fokus untuk ujian kelulusan itu. Padahal waktu persiapan untuk ujian tinggal beberapa hari lagi, tapi sekarang anak itu malah bisa berpikir untuk berlibur.
“Habisnya bosan juga ternyata kalo otak dipaksa buat belajar terus. Jadi, ya sesekali mikirin liburan juga gak apa lah ya. Hitung-hitung dingin-in otak sebentar,” kekeh anak itu. Dasar.
Tapi, berbicara mengenai jalan-jalan, gua sudah punya rencana sih. Jadi, sepertinya gua tidak yakin bisa ikut pergi bersama Leo dan Revandra atau tidak. Masih ada janji yang harus gua lunasi seusai gua mengikuti ujian kelulusan ini. “Gua sih mau pulang kampung lagi. Sekalian habisin liburan di sana kayaknya sampai waktunya pengumuman kelulusan.”
Gua bisa melihat mata Revandra berbinar. Pasti anak ini dapat ide baru lagi, pikir gua. Benar saja. Tidak lama setelah gua berbicara, Revandra langsung menunjukkan wajah berharapnya itu kepada gua.
“Apa? Lo pasti langsung ngerencanain sesuatu begitu gua bilang rencana liburan gua kan?”
Revandra hanya terkekeh saja. “Gua ikut ya. Sama Leo juga. Jadi kita ke sana bertiga ya. Boleh ya?” Gotcha. Benar kan. Tapi, gua juga tidak masalah sih sebenarnya. Jadinya, gua bisa jalan-jalan bersama teman gua, lalu saat mereka sedang asik menikmati pantai, gua bisa merencanakan cara untuk menggali informasi di gedung kuil utama itu.
“Tapi, gua bakalan ada di sana sampai pengumuman kelulusan. Jadi, lo pada kalo mau pulang duluan, paling gua temenin sampai bandara aja.”
“Tenang aja. Gua ikut sama lo sampai lo balik ke Jakarta kok.”
“Setuju.”
Gua melongo saat mereka berdua ingin berada di kampung gua hingga waktu pengumuman kelulusan tiba. “Lo yakin? Satu bulan loh itu artinya. Terus, tempatnya gak kota banget. Malah gak ada mall di sana. Jadi, apa lo berdua yakin bisa betah?” Jelas saja gua sedikit kaget. Mereka kan sudah terbiasa hidup dengan kemewahan di Jakarta. Apa bisa jika mereka langsung mengubah kebiasaannya itu? Jika hanya berlibur selama tiga atau empat hari sih tidak apa-apa. Tapi, ini sebulan. Bahaya juga kalau mereka tidak betah.
“Tenang aja. Gua juga sebenarnya pengen menikmati keindahan alam kok. Bosan rasanya hidup sama modern-nya Jakarta. Jadi, satu bulan tinggal di kampung lo yang gak apa lah. Hitung-hitung kan pengalaman baru sebelum mengabdi menjadi pekerja di Jakarta.”
Yah, kalau mereka sudah berniat seperti itu, gua bisa apa. Ya sudah deh, gua mengizinkan mereka untuk ikut pergi. Toh, jadinya kan gua gak perlu pusing lagi mengenai jalan-jalan bersama. Semua keinginan dari masing-masing anak bisa terwujud deh. Rencana untuk berlibur sudah diputuskan, untuk selanjutnya baru diurus ketika ujian selesai. Saatnya belajar kembali untuk ujian nasionalnya.
*****
Ujian nasional sudah selesai! Saatnya merdeka? Ah, lagi-lagi guru matematika itu membuat semangat untuk berlibur menjadi terganggu lagi. Dasar, tukang penghancur semangat.
“Selamat. Kalian sudah menyelesaikan tugas terakhir kalian di sekolah. Kalian bisa berlibur sekarang, tapi jangan lupa, kalian belum tentu lulus. Masih ada pertimbangan lainnya dari pihak sekolah, jadi jangan sampai kalian merayakannya terlalu berlebihan. Nilai-nilai kalian juga belum tentu bagus, jadi banyak-banyak berdoa saja kalian. Tunggu hasilnya nanti satu bulan kemudian untuk mengetahui hasil akhir kerja keras kalian. Selain itu, selesai dari sekolah, kalian masih perlu melanjutkan perjuangan kalian. Jadi, manfaatkan liburan kalian sebelum pengumuman kelulusan untuk memantapkan pilihan kalian seusai lulus sekolah nanti. Selamat berlibur dan jangan lupa, saat ini kalian belum dinyatakan lulus dari sekolah.”
Di tengah euforia anak-anak yang sedang merayakan hari terakhir belajar mereka, anak-anak kemudian menyoraki guru matematika itu. Terasa cukup merusak momen kebahagiaan anak-anak karena masih saja menambah beban pikiran bagi para siswa, sekalipun apa yang dikatakan oleh guru itu benar adanya.
“Itu guru masih aja ngebuat kita overthinking. Padahal kan habis ujian nasional udah gak ada remedial lagi. Langsung hasilnya lulus atau nggak, dengan nilai yang ala kadarnya itu. Macam hari penghakiman terakhir aja. Ngapain coba masih pidato kayak gitu. Heran.”
“Udah, gak usah dipikirin. Yang penting nilai kita nanti bisa aman, lulus deh. Terus juga, lebih penting lagi tuh bentar lagi kita liburan. Mending kita siap-siap sebelum berangkat.”