---Jonatan---
Syukurlah gua tidak terlambat. Revandra menghentikan langkahnya tepat sebelum ia melangkah masuk ke gedung utama kuil itu. Revandra lalu membalikkan badannya, kemdian menatap heran ke arah gua. Tapi, gua merasa ada sesuatu di belakang Revandra. Gua kemudian meminta anak itu untuk segera kembali ke tempat gua.
Saat Revandra menghampiri gua, tiba-tiba dari ujung mata gua, gua melihat ada sesuatu yang bergerak dari jendela gedung kuil itu. Terasa aneh. Apa jangan-jangan emang benar ada orang di dalam sana ya?
“Kenapa lo tiba-tiba teriak kayak gitu? Gua jadi takut tau. Ya udah jadinya gua balik ke sini.”
“Kan udah gua bilangin, kita harus hati-hati sama gedung utama itu. Kan udah ada yang meninggal gara-gara pengen neliti gedungnya. Emangnya lo jadinya gak curiga apa sama kondisi gedung itu?”
“Kalo gak dicek secara langsung kan nanti kita gak bakalan tahu apa yang ada di dalamnya.”
“Ya tapi lo juga perlu lihat ke sekeliling juga. Bahaya tau.”
Jelas saja gua mengomeli Revandra seperti itu. Haruna saja sudah menjadi korban karena ingin meneliti tempat ini. Gua tidak mau teman dekat gua menjadi Haruna selanjutnya. Jadi, gua merasa perlu untuk sedikit lebih waspada terhadap setiap hal yang ada di sini.
“Mending gini aja. Kan itu mencurigakan ya. Jadi, mending kita pikirin rencana dulu sebelum masuk ke sana. Jaga-jaga aja dulu.”
Gua sedikit tercengang karena Leo mampu berpikir seperti itu. “Hebat juga lo bisa berpikir sampai sana,” puji gua sambil sedikit meledek anak itu. Leo hanya terkekeh saja.
“Gini-gini, gua juga bisa mikir tau.”
Setelah itu, kami bertiga kemudian berdiskusi sejenak. Menurut perkiraan gua, rasanya terlalu mencurigakan jika pintu itu dibiarkan terbuka selama lebih dari sehari. Seharusnya, ada seseorang yang tengah keluar namun belum menutup pintu. Selain itu, gua juga melihat ada sesuatu yang bergerak saat Revandra berjalan kembali ke arah gua. Jadi, feeling gua mengatakan bahwa gedung ini memang ada orang yang menempatinya.