---Jonatan---
Untung saja gua berhasil melihat ada sebuah celah di saat perempuan itu tengah mengamuk. Saat gua melihat ke salah satu sisi ruangan, gua ada melihat ada sebuah pisau yang tergeletak di sana. Sepertinya itu adalah pisau cadangan yang disimpan oleh perempuan itu. Gua kemudian mengendap-endap berjalan menuju ke pisau itu. Tentunya dengan pandangan yang terus memperhatikan pergerakan perempuan itu.
“Jonatan, awas!”
Sial. Gua sedikit melamun saat menatap perempuan itu. Untung saja Revandra ada berteriak, gua jadi bisa menhindar dari sesuatu yang dilempar perempuan itu.
“Argh!”
Tangan gua berhasil menangkap pisau yang dilempar oleh perempuan itu. Sayangnya, gua lupa kalau pisau itu tajam. Jadinya, setelah gua berhasil meraih pisau itu, gua hanya bisa menjerit karena rasa perih yang dihasilkan. Tapi, setidaknya sekarang gua sudah memengang pisau yang menjadi senjata perempuan itu. Jadinya, dia tidak bisa mencelakakan kami bertiga, setidaknya untuk sesaat.
Sayangnya, gua memang tidak bisa menganggap remeh perempuan ini. Tidak lama setelah Revandra berteriak mengingatkan gua, kini giliran dia yang berteriak kesakitan. Gua menoleh ke anak itu, Revandra tengah terduduk sambil memegangi kakinya. Sepertinya perempuan itu melakukan sesuatu kepada kaki anak itu. Apa dia ditendang dengan kuat sampai terjatuh seperti itu?
Gua tidak bisa memikirkannya sekarang. Hal yang harus gua lakukan sekarang yaitu mencari cara agar bisa membuat perempuan ini tidak terus menyerang kami. Kami bertiga sudah sama-sama terluka, sedangkan perempuan itu belum sama sekali. Kondisinya tidak terlalu menguntungkan untuk kami bertiga, sekalipun perempuan itu tidak memegang senjata. Karena itu, gua harus segera memanfaatkan kesempatan untuk mengambil semua senjata tajam yang mungkin digunakan perempuan ini.
“Mau ke mana kamu?”
Perempuan itu tiba-tiba menoleh ke arah gua. Gua yang sedang mengendap-endap untuk keluar sambil sesekali memperhatikan perempuan itu akhirnya bertatapan. Tiba-tiba dia berlari, lalu berusaha mencengkram kerah baju gua. Gua secara refleks tidak sengaja menjatuhkan pisau yang gua pegang. Ah, sial. Gua jadinya kemudian berusaha mendorong perempuan itu agar bisa menjauh.
Untungnya, cengkraman dari perempuan itu berhasil gua lepaskan. Tapi, setelahnya malah menjadi berbahaya. Dia tampak mengambil sesuatu dari balik bajunya. Gua hanya bisa menganga kaget. Gua tidak menyangka bahwa perempuan itu masih membawa pisau lipat di balik pakaian jepangnya itu. Padahal, sepengetahuan gua, pakaian itu merupakan sebuah terusan. Lalu, bagaimana caranya dia menyembunyikan pisau itu?
Tapi, ini gawat. Daripada memikirkan pisau yang gua tidak tahu asalnya dari mana, posisi pisau yang ibu itu pegang cukup berbahaya. Pisau itu ia condongkan ke arah perut gua. Gua tanpa sadar berjalan mundur, berusaha menghindari pisau dari perempuan itu.
“Argh!”
Sial. Kenapa harus ada kursi sih? Gua terjungkal ke belakang. Sekilas, gua melihat ibu itu tersenyum lebar, seolah senang setelah melihat mangsa-nya terjebak. Ia kemudian dengan perlahan berjalan mendekati gua sambil tetap menghadapkan pisaunya itu ke arah gua.