Don't Judge A Book By It's Cover

Cloverbean
Chapter #2

CHAPTER 1 - We Are Friends

Dimas terlihat mengantuk. Tangan kirinya menopang dagu sementara matanya terlihat perlahan-lahan menutup. Tidak tahu apakah pikirannya masih di sini, mendengarkan sang guru yang sedang menjelaskan pelajaran atau sudah pergi menuju alam mimpi yang tentu saja lebih menyenangkan. Perlahan namun pasti tumpuan tangan Dimas mulai merosot hingga terlepas dari dagu dan dia terkejut membuka mata lebar-lebar.

Aku tertawa pelan melihat kelakuannya. Sudah sejak 15 menit yang lalu kuperhatikan Dimas terlihat sangat mengantuk. Beberapa hari yang lalu guru memindahkan posisi tempat duduk para siswa. Dimas yang seharusnya duduk dibelakang kini berada di barisan paling depan. Guru-guru mengira jika duduk di depan, siswa-siswa bandel yang sering tidak memperhatikan pelajaran akan berubah. Dilihat dari kelakuan Dimas, kesimpulan tersebut tentu saja salah.

“Jessica, bisa isi pertanyaan di depan?” ujar sang guru tiba-tiba.

Aku berdiri seketika. Melihat soal pertanyaan campuran rumus kimia di papan tulis dengan saksama sembari berjalan maju kedepan. Aku sudah tidak memperhatikan penjelasan ini sejak 15 menit yang lalu. Berpindah posisi di barisan tengah sungguh mengganggu konsentrasiku.

Aku mengambil spidol dan mulai menulis jawaban. Untung saja kemarin malam aku sudah membaca dan membahas soal-soal di buku cetak sehingga aku sudah mengetahui jawaban atas soal yang tertulis. Setelah selesai menjawab, aku kembali ke tempat duduk.

Saat ini kami telah memasuki kelas akhir di sekolah kejuruan. Seperti sekolah pada umumnya, di tingkat akhir akan diselenggarakan ujian nasional untuk menentukan kelulusan bagi para siswa. Tambahannya adalah kami juga dituntut untuk lulus ujian praktik. Oleh sebab itu kegiatan pembelajaran tahun ini hanya akan terfokus pada pembahasan soal-soal latihan dan praktikum untuk ujian sekolah. Terasa membosankan bagi banyak siswa, namun bagiku hal ini sangat penting untuk menentukan kelulusan dan aku harus bisa meraih nilai yang baik.

Guru mulai membahas jawabanku di depan untuk memberi penjelasan pada murid lain yang belum paham. “Good job, Jess.” Ujar Nadia yang duduk disebelahku dengan senyuman ceria. Nadia merupakan salah satu teman baikku. Di sekolah, grup kami terdiri dari 3 orang yaitu aku, Nadia dan Lily. Lily berada di kelas sebelah dan terpisah dari kami, sehingga di kelas ini aku hanya bersama Nadia. Nadia merupakan gadis yang populer, ramah dengan segudang keceriaan. Dia sangat cerewet dan memiliki banyak teman terutama teman laki-laki. Sungguh berbeda denganku, Nadia merupakan gambaran kesempurnaan.

Bel berbunyi, tanda jam pembelajaran telah usai. Aku sedang membereskan buku dan peralatan tulis, kulihat Nadia sedang sibuk dengan ponselnya mengetikkan sesuatu seperti sedang membalas chat. Setelah aku selesai membereskan buku, aku beranjak berdiri diikuti Nadia.

“Ayo ke kantin Jess, aku traktir.” Ujar Nadia.

Sudah menjadi kebiasaan Nadia membelikan makanan saat kami istirahat. Dia tidak pelit dan selalu berinisiatif untuk membelikan sesuatu bagi teman-temannya. Sebenarnya aku sering merasa sungkan, namun Nadia tidak menerima penolakanku. Kami berjalan bersama keluar kelas menuju kelas Lily. “Lilyyyyy!” Sapa Nadia berjalan santai memasuki kelasnya. Aku hanya diam di depan kelas sembari menunggu mereka keluar. Setelah mereka keluar kami berjalan menuju kantin.

“Aku ke kamar mandi dulu ya, Li. Ayo Jess.” Nadia menarikku mengikutinya ke kamar mandi meninggalkan Lily untuk mencari tempat duduk di kantin yang sangat ramai.

Kamar mandi perempuan di sekolah kami lumayan luas dan dilengkapi dengan cermin yang sangat besar. Aku sudah paham jika tujuan Nadia tentu saja cermin kamar mandi. Saat kami masuk ada dua orang siswi sekolah menengah atas yang juga sedang bercermin, namun mereka segera pergi setelah melihat kami masuk. Sekolah kami memang merupakan gabungan antara siswa SMA dan SMK. Gedung sekolah kami lumayan besar dengan 4 tingkat lantai. Sebagian besar tentu saja didominasi untuk ruang belajar mengajar siswa SMA sedangkan siswa SMK hanya mendapatkan 1 lantai yang berada di lantai paling atas dan laboratorium gabungan yang berada di lantai dasar.

Aku merasa sedikit bingung dengan siswi-siswi yang tiba-tiba pergi tersebut, “Pegangin dulu dong.” Nadia memberikan tasnya dan membuyarkan lamunanku. Aku menerimanya dan mendekap tas tersebut di depanku. Nadia mulai merapikan penampilannya. Dia menyeka wajahnya dengan tisu, mengambil lipgloss dan mengaplikasikannya hingga menyisir rambut hitam panjangnya yang tergerai hingga ke punggung.

Setelah selesai, Nadia mengambil kembali tas dari dekapanku dan memasukkan peralatan kecantikannya. “Aku ke kamar mandi dulu bentar, Nad.” ujarku. “Oke aku duluan ya kasian Lily.” Balas Nadia sembari berjalan pergi. Aku hanya menyeringai dan masuk ke kamar mandi menyelesaikan urusanku.

Setelah selesai aku berjalan menuju ke kantin. Kantin itu sangat ramai dengan banyak siswa yang membeli jajan, makan atau hanya bercengkrama. Aku melihat ke sekitar mencari keberadaan Lily dan Nadia. Aku menemukan Lily sedang duduk di meja pojok dekat penjual jus buah. Lily sedang memainkan ponselnya dengan satu tangan mengaduk sedotan pada minumannya.

“Hey, Nadia mana?” Tanyaku semari duduk di kursi depan Lily dan meletakkan tasku sendiri di samping tempat duduk. Lily sedikit terkejut namun hanya menyesap minumnya dengan santai. “Bukannya tadi ke toilet sama kamu, Jess?” Lily ikut bertanya. “Tadi udah kesini duluan katanya.” jawabku. Lily hanya mengangkat bahunya tanda tidak tahu lalu kembali memfokuskan perhatiannya pada ponselnya.

Aku melihat sekeliling berfikir untuk membeli makanan sendiri, tiba-tiba Nadia muncul dari belakangku dengan membawa makanan dan minuman di tangannya. “Hey.” ujar Nadia meletakkan semua makanan dan minumannya di meja dan memposisikan duduknya disebelahku. Aku dengan segera menyingkirkan tasku dari kursi sehingga tidak terduduki Nadia.

“Dari mana, Nad?” Tanyaku

“Tadi beli ini di depan. Ni makan makan.” Nadia menjawab santai dan membagikan semua makanan dan minuman yang dibawanya.

“Memangnya gerbang udah dibuka? Ini kan masih jam sekolah. Belum waktunya bubaran.” tanya Lily.

“Aku tau jalan lain kok.” ujar Nadia santai

Aku meraih makanan di atas meja dan segera memakannya. Pagi ini aku terburu-buru berangkat sekolah dan tidak sempat sarapan sehingga aku merasa sangat lapar sekali. Saat istirahat pertama pun digunakan Nadia untuk mencontek PR Matematikaku. Dan aku sudah terbiasa akan itu. Aku mendengar Nadia dan Lily saling berbicara dan sesekali bercanda, sedangkan aku berusaha sesekali ikut berbincang sembari sibuk memakan makanan di depanku.

Lily tidak jauh berbeda dengan Nadia. Dia merupakan seorang yang asik untuk diajak berteman namun terkadang sulit untuk mengendalikan ucapannya. Aku awalnya hanya berteman dengan Lily sejak masuk kelas 1, namun setelah kami berbeda kelas barulah aku berteman dengan Nadia. Kini kami ber 3 berada di kelompok pertemanan yang sama seperti siswa-siswi sekolah pada umumnya.

“Habis ini praktikumnya pulang cepet gak ya, Jess?” Nadia bertanya padaku.

Lihat selengkapnya