Don't Judge A Book By It's Cover

Cloverbean
Chapter #4

CHAPTER 3 - How It's Started

Sesungguhnya gosip atau rumor dikalangan anak sekolah bukan merupakan sesuatu yang baru. Jika bisa dibilang, gosip anak sekolah adalah hal umum. Seperti kereta yang sedang melaju, kecepatan gosip dapat dikatakan bergerak lebih cepat daripada tupai yang sedang melompat.

Aku sebenarnya tidak terlalu memedulikan gosip-gosip yang beredar, namun terkadang rumor-rumor itulah yang membawa warna dalam kegiatan sekolah. Seperti pada saat ada rumor jika ada siswi kelas lain yang tidak pernah masuk namun selalu update sosial media pada jam sekolah dengan busana tidak sesuai norma sosial, atau saat ada rumor Dimas suka membersihkan kotoran hidungnya dan meletakkan kotoran itu di bawah meja, atau rumor tentang anak SMA yang menjalin kedekatan dengan salah satu gurunya.

Memang banyak dari rumor tersebut yang dianggap angin lalu dan tidak terbukti kebenarannya, tetapi jika ada rumor beredar tentunya ada sesuatu yang mendasari rumor tersebut. Tidak pernah terbesit dalam pikiranku jika rumor-rumor itu nyata, bahkan aku sering menganggap jika ada rumor beredar tentang dirimu artinya orang-orang tersebut iri denganmu dan ingin menjadi sepertimu. Untunglah selama hampir 3 tahun aku bersekolah di SMK belum ada satupun rumor yang menerpaku.

Aku berjalan memasuki gerbang sekolah. Mengeratkan genggamanku pada lengan tas punggung yang kukenakan, aku menaiki tangga menuju kelasku di lantai 4. Setelah 2 tahun bersekolah tidak ada rasa terbiasa bagiku menaiki tangga mengesalkan ini. ‘seandainya ada lift di sekolah ini.’ ujarku dalam hati. Aku terbiasa berhenti di lantai 3 untuk istirahat. Menaiki banyak anak tangga pada jam 6.30 pagi bukan merupakan my cup of tea, tetapi hal itu baik untuk merenggangkan otot kaki dan melancarkan sirkulasi darah, hitung-hitung morning workout.

Aku memposisikan diri di salah satu bangku yang ada di dekat balkon lantai 3. Suasana pagi memang sangat sejuk dengan burung yang beterbangan dan angin sepoi-sepoi menerpa daun-daun pohon. Aku berdiri, mendekatkan diri pada tembok balkon dan melihat ke bawah, siswa-siswa terlihat mulai berdatangan. Mereka melewati lapangan olahraga dan berjalan menuju kelas masing-masing. Tiba-tiba ada satu hal yang menarik perhatianku, Nadia dan Vincent berjalan bersama. Mereka berjalan bersebelahan dengan sedikit berbicara. Aku tidak bisa mendengar pembicaraan mereka. Namun sepertinya sesuatu yang asik, setidaknya untuk Nadia. Nadia terlihat berbicara sembari tertawa-tawa, sedangkan Vincent terlihat menanggapi ucapan Nadia. Tanpa kusadari Vincent melihat ke arahku, aku terkejut dan segera berlari pergi menuju kelasku.

Di saat aku berbalik untuk berlari aku hampir menabrak seseorang siswi. Siswi itu terkejut, begitu pula aku. Siswi itu mengenakan seragam SMA yang tentu saja berbeda dengan seragam kami para siswa SMK, dengan rambut yang diikat satu ke belakang, sepatu hitam dan mengenakan kacamata. Aku segera meminta maaf karena hampir menabrak dan segera berlari menuju kelas.

“Iya kemarin sih katanya gitu.” terdengar suara teman sekelasku sedang asik membicarakan sesuatu. Aku berjalan menuju kursiku dan duduk meletakkan tasku. “Jess, jess kata kelas sebelah kemarin pak Haris ulangan tiba-tiba lo. Kamu udah belajar belum?” tiba-tiba dua orang temanku datang ke mejaku dan mulai bertanya-tanya.

“Ulangan? Tetapi kemarin pak Haris gak bilang apa-apa kok. Yang ulangan kan bu Mega.” aku menanggapi.

“Ih kan namanya kuis dadakan.” ujar siswi berponi.

“Apa ini, apa ini, kuis apa?” suara Nadia yang tiba-tiba muncul berjalan dari pintu masuk.

“Kuis dadakan pak Haris Nad, mana itu jam pertama. Kamu udah belajar belum?”

Nadia dengan santai meletakkan tasnya di bangku sebelahku dan duduk, “oh aku sih santai. Kan ada Jessica. Kamu pasti udah belajar kan jess. Pasti bantu aku kan. Kayak biasanya ya.” Nadia menjawab dengan santai dan tersenyum ke arahku. Aku hanya mengangguk kecil.

Sudah merupakan kebiasaan bagi Nadia untuk mencontekku pada saat ulangan. Aku hanya membiarkannya karena kami berteman dan aku malas berdebat. Sesungguhnya ada sedikit rasa di hatiku untuk menolak, namun jika aku tidak mau berbagi contekan ulangan atau PR tentu teman-teman akan mengasingkan aku dari kelas dan aku tidak akan mempunyai teman lagi. Mana bisa aku bertahan sendirian di kelas, terlebih lagi saat pembagian kelompok tentu itu merupakan sebuah nightmare bagiku. 

Jam pelajaran pertama dimulai dan sesuai prediksi pak Haris membagikan soal dadakan dan meminta kami untuk mengisi soal tersebut selama 45 menit. Aku mengerjakan soalku dengan serius sedangkan Nadia secara sembunyi-sembunyi menyalin jawabanku. Aku tidak terlalu memperhatikan Nadia karena biasanya dia hanya menyalin beberapa soal sampai dirasa bisa mencapai nilai KKM dan sisanya dia akan mengarang, hal itu tentu untuk mengelabuhi para guru supaya nilai kami tidak sama persis. Setelah jam kuis berakhir kami mengumpulkan jawaban dan pak Haris mulai menjelaskan materi hari ini.

~

“Dan dia tu gak bilang gitu lo. Kan ngeselin.” jam istirahat sedang berlangsung, kami yang saat ini tentu saja berada di kantin, sedang mendengarkan Lily yang sedari tadi mengomel membahas adiknya yang meminjam baju kesayangannya tanpa izin. “Kan aku udah bilang jangan pinjam baju yang merah itu, pinjam yang lain aja.” aku mengangguk mendengarkan cerita Lily tanpa henti.

Aku berusaha memfokuskan pikiran mencerna cerita Lily, namun Vincent yang berada beberapa meja di depan kami menggangu konsentrasiku. Aku tahu jika rasa sukaku pada Vincent akan bertepuk sebelah tangan. Aku tidak akan pernah menjadi tipenya, selain itu tentu saja aku tidak akan pernah berani mendekatkan diri padanya dan toh dia adalah mantan temanku sendiri, Nadia.

“Nadia mana ya?” Lily tiba-tiba membuyarkan lamunanku.

Lihat selengkapnya