Don't Let Me Love You

rav_
Chapter #2

Benang Takdir

"Dasar tidak berguna!"

Cahaya bulan berhasil menembus jendela kaca. Tirai jendela dibiarkan terbuka oleh sang pemilik yang tengah meringkuk di atas ranjang. Maniknya memejam erat, kepalanya menggeleng pelan dengan tubuh yang bergetar.

"Andai saja kamu tidak pernah terlahir. Aku tidak akan sejelek dan segemuk ini."

Suara perempuan dewasa menggelegar dalam pikiran yang tengah semrawut. Keringat dingin perempuan itu bercucuran, disertai napas yang menggebu. Jantungnya berdegup kencang bersamaan dengan adrenalin yang tak bisa dikendalikan. Tidur bukanlah pilihan tepat untuk menghindari rasa sakit yang tengah ia rasakan sekarang.

"Kau saja berselingkuh, kenapa balik menuduhku?Hubungan ini tak lagi suci. Semenjak Aire terlahir, pernikahan kita telah ternodai."

Manik mata gadis itu terbuka. Spontan bersamaan dengan mulut yang mengaga lebar. Ia mencoba meraup udara sebanyak-banyaknya, menetralisir napas yang memburu. Ketakutan menjadi mimpi buruk, bahkan berada di alam bawah sadar pun Aire tak mendapatkan ketenangan sedikit pun.

Aire menarik napas dalam. Buliran bening itu berderai membasahi pipi tirusnya. Jemari kecil dan lemah itu berusaha menyalakan lampu kamar.Aire menatap dalam sebuah figura yang terpajang di nakas. Sebuah potret keluarga kecil yang begitu bahagia.

Senyum palsu. Semua keharmonisan itu diperlihatkan di depan kolega kerja dan media sosial demi memenuhi hasrat untuk diakui. Namun pernahkah kedua orangtuanya memikirkan perasaan seorang gadis yang terluka atas keinginan mereka?

"Aku juga tidak ingin terlahir di keluarga ini. Walaupun aku melakukan semua hal dengan sempurna, mama dan papa tidak akan pernah bisa menghargai usahaku."

Gadis itu terisak. Ia tak mengerti mengapa kedua orang tuanya menjadi ragu saat kelahiran Aire. Bukankah wajar jika pasangan suami istri memiliki seorang anak atas pernikahan mereka?

Aire meraih ransel hitamnya, memasukkan dompet dan ponsel. Jam dinding menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Posisi sempurna sang rembulan bertahta atas malam yang dingin dan kelam. Namun dengan tekad yang sudah bulat, perempuan itu memutuskan untuk melangkah keluar kamar.Tidak. Ini bukan rencana kabur dari rumah, merajuk pada dunia atau protes atas takdirnya. Airehanya ingin tidur dengan tenang di rumah kakek yang lebih damai.

"Bahkan jika aku kabur dari rumah, mereka juga tidak akan perduli." Sepanjang langkah, Airehanya bisa menggerutu.

Bagaimanapun juga, Aire hanyalah seorang perempuan. Langkahnya melambat begitu sampai di perempatan jalan raya yang sunyi tanpa adanya lalu lalang kendaraan.

Perasaan takut dan cemas mulai mengikis perlahan keberanian anak itu. Ia pun memutuskan berlari, melewati deret perumahan elit. Walau sesekali langkahnya terhenti ketika mendengar lolongan anjing yang entah darimana asalnya. Rumah demi rumah terlewati meski keringat Aire bercucuran.

Tok! Tok!

Aire mengetuk pintu rumah kakeknya itu. Sebuah rumah minimalis dengan gaya klasik yang berdiri kokoh dengan pekarangan yang ditumbuhi beberapa bunga krisan dan mawar hitam yang begitu harum bahkan di malam hari. Selera pria sepuh kesayangan Aire itu sungguh unik dan menakjubkan.

"Aire ...."

Spontan Aire berbalik begitu mendengar suara bisikan. Ia sedikit mendongak, menatap bulan yang bersinar terang di angkasa. Gadis itu menatap sekeliling, tetapi tak menemukan siapapun kecuali dirinya. Angin malam berhembus, seolah kembali membisikkan panggilan namanya. Aire memeluk diri sendiri, kemudian langsung mengetuk pintu dengan kencang.

Lihat selengkapnya