Don't Look At Me

Riris WN
Chapter #3

Bab 2

Ketika ada yang bertanya apa yang berharga dalam hidupku, aku tidak bisa mengatakan satu katapun. Aku seperti tidak memiliki harapan apapun. Aku tidak tahu kenapa aku merasa jauh dari pikiran tentang masa depanku sendiri. Pertanyaan tentang apa yang akan aku lakukan setelah ini juga adalah hal yang memiliki porsi terbesar dalam otakku. Namun, belum bisa aku jawab.

Aku memang manusia yang tidak bisa menentukan masa depanku sendiri. aku sudah lama menyadarinya dan mungkin itulah yang membuatku seperti ini. Aku putus asa. Tertekan dan semua hal negative lainnya. Dominasinya selalu lebih banyak dibandingkan dengan pikiran positif. Setiap pagi aku mencoba memanggil banyak pikiran positif agar datang memenuhi kepalaku sebelum aku menjalani hari setiap pagi. Tapi, selalu gagal.

Aku tahu mungkin sebaiknya aku berobat ke psikiatri. Cuma aku tidak ingin mecicipi obat dan terapi apapun yang akan diberikan. Aku ingin bisa bangkit sendiri tanpa bantuan.

Aku hanya ingin membuktikan pada diriku sendiri bahwa Bella adalah gadis hebat yang bisa membuat dirinya lepas dari gangguan depresinya. Dan aku selalu menyugesti diriku sendiri bahwa aku tidak pernah sakit apapun. Aku sehat dan tidak menderita gangguan jiwa sama sekali. Sekalipun kenyataannya aku adalah orang yang minum berliter-liter Green Tea Latte setiap harinya hanya untuk membuat kebahagian semu yang mungkin sebenarnya tidak pernah muncul.

“Bel, udah selesai?” seorang wanita paruh baya dengan wajah yang hampir sama denganku masuk ke kamar tanpa mengetuk. Aroma Peach dari parfum guilty Gucci seketika menyeruak. Dia tampak lebih muda dari usianya saat rambut panjangnya ia gulung rapi seperti sekarang. “Tirta udah nunggu di bawah tuh.”

“Udah kok. Tinggal nyisir rambut bentar. Mama mau pulang ke Jakarta ya?”

“O ya hari ini sampai kamis depan mama sama papa mau ke Beijing,” jawabnya santai. Ya. Bagi keluarga kami memang tidak perlu ada pemberitahuan sebelumnya saat kamu akan pergi. Entah itu ke luar negeri atau kemanapun. Kamu hanya perlu menjawab telpon dan mengatakan kamu sedang ada dimana saat ini. Terkadang aku rindu berbicara ‘Hari ini aku pulang malam karena ada acara.’ Sepertinya kalimat itu aku ucapkan terakhir 3 tahun yang lalu, pada kakekku yang sekarang sudah meninggal.

“Gimana skrispsi mu? Kamu bisa lulus cumlaude kan?” tanya mama. Pertanyaan yang sama seperti yang ia ajukan saat terakhir kita bertemu. Aku mengangguk malas. “Kamu jangan terlalu asyik sama teman-teman bandmu itu. Kalau ada yang tanya, jangan lupa bilang aja itu hobi dan fokusmu adalah meneruskan bisnis keluarga.”

“Baiklah,” jawabku sambil meletakkan bando ke kepalaku.

“Jangan sampai lengah. Wartawan selalu memiliki celah. Masih ingat waktu mama ketahuan naik pesawat low budget? Duh… itu benar benar malu-maluin. Kamu harus jaga semuanya ya. Bilang aja kalau perlu uang.”

Aku tersenyum di cermin. Lebih kepada senang melihat rambutku yang terlihat baik hari ini namun, sepertinya mama menganggap itu sebagai jawaban sehingga dia melanjutkan lagi perkataannya,

“Sekali-kali pergilah ke tempat yang sedang banyak dikunjungi orang agar ada berita. Sepertinya instagrammu sekarang ini sedang sepi."

Aku benar-benar sudah lelah menanggapinya.

“Baiklah,” hanya saja, selalu seperti itu jawabanku. Aku adalah seorang Bella yang tidak pernah membantah keinginan ayah dan ibunya. Aku selalu berusaha untuk tidak pernah melakukan kesalahan dan dicap buruk oleh orang lain, sekalipun itu ayah dan ibuku sendiri.

Dan kalian tahu, menjadi seseorang yang baik itu ternyata begitu berat.

“Oke, ma. Aku pergi dulu ya,” kataku sambil mencium pipinya.

Menjadi seorang Salsabella Adiwijaya saja sudah sangat sulit. Bagaimana bisa aku akan menjadi Salsabella Adiwijaya yang baik dan hebat? Hanya saja aku selalu ingin menjadi seperti itu. Dan itulah yang ingin orang lain lihat.

* * *

“Hari ini mau kemana?” tanya Tirta. Dia kali ini tampak lebih tampan dengan kaos jersey warna merah, yang sepertinya ia beli langsung saat melihat pertandingan kesebelasan itu di negaranya.

“Terserah kamu aja. Katanya mau nyobain coffe shop yang baru itu?” tanyaku sambil mengencangkan sabuk pengaman mobil.

Lihat selengkapnya