“Hai…!” sapaku saat membuka ruang latihan dan melihat ketiga temanku sudah berkumpul. “Maaf… telat”
“Bella habis darimana?” tanya Luna dibalik kacamatanya yang sedikit melorot.
Aku menunjukan ke sepuluh jari tanganku yang sudah berubah menjadi warna pink muda dengan taburan glitter ungu di bawahnya. “Aku habis nail art. Cantikkan? Ini bukan kuku palsu lho…"
Luna mendekat dan melihat takjub ke arah jariku, “Iya, lucu...”
“Jadi kamu telat karena habis ngepermak kuku?” Fei masih saja protes dan tidak peduli dengan kuku kakiku yang baru saja aku tunjukan pada Luna dan Sera.
“Nih. Daripada marah kita minum matcha latte dulu aja,” aku membuka tutup botol green tea latte yang baru saja aku beli dan menyerahkan satunya pada Fei. Padahal sebenarnya aku beli keduanya untuk diriku sendiri. Sekalipun minuman dalam kemasan itu sedikit hambar, aku ingin sekali membelinya berkardus-kardus karena aku bisa langsung meminumnya begitu aku mau. Saat meminumnya seperti ini aku merasa sedikit lebih bahagia. Mungkin inilah yang orang bilang sebagai kecanduan.
Aku jadi ingat dengan Coffee shop teman Tirta yang aku kunjungi 3 hari yang lalu. Aku merasa Green Tea Latte yang aku minum saat itu cukup enak, meskipun tidak lebih baik dari yang pernah aku minum ketika aku mengunjungi Jepang beberapa tahun lalu. Yang tidak bisa aku lupakan adalah sebuah Green Tea Cookies yang terhidang di mejaku setelah aku bilang aku sangat suka dengan Green Tea Latte-nya. Kue kering itu berbentuk bulat pipih dengan taburan white chocolate di dalamnnya. Tampilannya tidak begitu berbeda dengan cookies lain. Hanya saja rasanya membuatku harus mengatakan ‘semoga aku tidak ketagihan dengan makanan ini.’ Rasanya yang sedikit pahit dengan aroma manis vanilla yang bercampur aroma matcha, membuat lidahku tidak ingin berhenti mengunyahnya. Jika biasanya rasa manis cookies membuatku eneg, kue ini manisnya tidak begitu kentara, jadi tanpa terasa aku menghabiskan lima potong kue itu sendiri semalam. Mungkin aku harus mengajak Tirta kesana lagi minggu depan.
“Jadi ngapain kita hari ini?” tanyaku setelah kita menyelesaikan latihan.
“Hmmm… aku ijin ya. Aku ada tugas lapangan buat skripsi, orangnya cuma bisa hari ini.” Fei tampak tak enak.
“Aku juga mau ngantar adikku buat cari bimbingan belajar,” Luna memang beberapa hari ini sibuk mengurusi adiknya yang baru lulus SMA dan akan masuk universitas.
Aku melirik sedikit ke arah satu-satunya harapanku. Apakah hari minggu ini hanya aku yang tidak punya acara?
“Kamu mau ikut aku, Ser?” sahutku sebelum Sera mengatakan sesuatu.
“Ke?”
“Ada coffee shop oke di dekat sini” Jadi, sepertinya aku tidak perlu menunggu minggu depan untuk datang ke tempat itu lagi.
* * *
Saat masih berada di Audi A5 merah milikku aku sudah bisa melihat Leo sedang duduk di salah satu kursi pengunjung dengan laptop dan beberapa lembar kertas tersebar di mejanya. Rambut ikal gondrongnya dia biarkan tergerai berantakan.
Hari ini dia mengenakan kaos hitam v neck dengan celemek biru andalan mereka, berbeda dengan para karyawan yang mengenakan kemeja lengan panjang rapi. Kalau saja aku memberitahu kalau di sini ada seorang barista seganteng dia, Fei dan Luna mungkin akan berebut untuk ikut serta.
Leo tersenyum sopan ke arahku dan berdiri menghampiri ketika aku turun dari mobil. Kali ini ia tidak melihatku seperti malam itu. Mungkin kemarin dia hanya ingin mengoda Tirta tapi, sayangnya pacarku itu tidak bergeming.
Aku mengenalkan Sera pada Leo. Dia menawarkan sendiri menunya pada kami. Sera memesan Espresso Macchiato yang menjadi menu andalan kafe ini dan aku tentu saja Green Late. Dan tak lupa Matcha Cookies-nya.
Sera mengatakan bahwa dia tertarik dengan bangunan kafe ini, merasa bahwa konsep coffee shop itu cocok dengan skripsi yang akan dia teliti. Mahasiwi jurusan arsitektur ini untungnya mendapatkan sambutan yang hangat dari tuan rumah. Ketika Leo berusaha menjelaskan apa yang Sera ingin, aku berusaha menikmati kopiku. Aku menyesap cairan hijau muda itu perlahan. Aku sangat suka ketika aroma matchanya menguar. Ini lah kelebihan dari hot green tea latte, dia lebih bisa menguatkan aroma daripada yang dingin. Aku meminumnya perlahan sehingga bisa menikmatinya sedikit demi sedikit.
“Gimana kopi ku?” tanya Leo padaku saat Sera ijin untuk memotret desain kafenya lebih jauh. Sepertinya aku tidak salah membawanya ke sini. Dia seperti menemukan tempat yang begitu istimewa.