Don't Say Goodbye

Nurul Fadilah
Chapter #3

Dua Hutang

Bab 3

Membiarkanmu masuk ke dalam hidupku adalah kesalahan terbesar

yang akan kusesali seumur hidup nanti.

***

Satu detik

Dua detik…

Semua mata tertuju ke arah Trisha, menanti cemas apa yang akan terjadi padanya.

Lima detik

Tubuh Dhea menegang sempurna. Tidak percaya dengan apa yang ada di depannya. Trisha tidak pingsan. Dia baik-baik saja. Saat itu juga, Trisha mendongak ke atas. Tersenyum miring ke arah Dhea lalu berdiri, “Puas lo sekarang?”

“Bohong!” Dhea masih tidak terima. “Lo pasti baca mantra atau yang lainnya kan? semua orang tahu kalau buku lo itu ajaib! Lo bohongin kita kan?” cewek itu meraih buku Trisha dan langsung menyobek lembaran yang baru saja ditulis atas perintahnya dengan kasar. Lalu, ia meremasnya dan membuangnya ke lantai dengan kesal.

Amarah Trisha seketika naik ke ubun-ubun. Buku yang selama ini dia lindungi, dirusak orang lain di depan matanya. Mungkin Dhea tidak pernah mendengar istilah jangan ganggu macan yang sedang tertidur. Seketika, tangan kiri Trisha menyahut buku itu. Matanya sudah memerah. Siapapun tahu kalau Trisha sedang di puncak amarah sekarang.

Diliriknya bulpoin milik Dhea dan secepat kilat Trisha mengambilnya. Pandangannya nyalang menghadap Dhea. Tangannya sudah berancang-ancang melakukan gerakan menusuk. Bersamaan dengan jeritan beberapa orang yang terkejut sekaligus histeris.

“AAAA!”

“TRISHAA!”

Kurang lima sentimer lagi, benda itu menancap tepat di dada sebelah kiri Dhea. Namun, sebuah tangan kokoh menahan pergelangan tangan Trisha. Cengkraman tangannya perlahan memudar. Bulpoin itu terjatuh mengenaskan.

Genggaman tangan ini? Aku tidak asing dengan rasanya.

Mulut Trisha setengah terbuka. Terkejut melihat wajah cowok yang beberapa menit lalu mengajaknya berkenalan dengan berani menghalangi jalannya. Apa dia orangnya?

“Lo gila? Dua hari lalu lo sendiri yang nyegah Fivi bunuh diri dari lantai tiga. Dan sekarang? lo mau bunuh orang?” cerca Albar tidak menyadari ketegangan Trisha.

Tidak mungkin. Wajah mereka jauh berbeda. Dia bukan orangnya. Trisha yang tersadar, spontan menghempaskan tangannya dari genggaman Albar. Suasana hatinya sedang buruk. Ia terlalu terbawa perasaan.

“Jiwa psikopat lo ternyata masih ada ya? Semangat banget bunuh orang,” sindir Dhea sambil tersenyum sinis.

“Bukan Trisha yang psikopat tapi lo!” balas Albar membela. “Sekarang kalian semua udah tahu kan kalau buku Trisha…” tanpa permisi, ia merebut buku hitam itu dari tangan Trisha dan mengangkatnya tinggi. “Buku ini cuma buku biasa. Kalian lihat sendiri kalau Trisha baik-baik aja sampai detik ini. Kalaupun Trisha jadi penulis best seller itu bukan karena hal konyol seperti yang ada di otak kalian. Semua itu berkat kerja keras dan doa dia sendiri.”

Albar mengambil jeda sejenak. “Jadi mulai sekarang berhenti sebar rumor gak bermutu kayak gitu lagi! PAHAM?” teriaknya kencang.

“Paham,” jawab beberapa siswi ragu-ragu.

“Lo juga De! Mulai sekarang stop ganggu Trisha. Mungkin hari ini gue masih melindungi lo tapi jangan harap untuk yang kedua kalinya!” ancamnya penuh penekanan. Sejurus kemudian, tangannya meraih sebelah tangan Trisha dan membawa pergi menjauh dari kerumuanan ini. Meninggalkan orang-orang yang membisu melihat aksi mereka.

Setelah dirasa lorong cukup sepi, Trisha menghentakkan tangannya lalu bersedekap. Albar menoleh ke belakang dan menatap cewek itu bingung. Ia mengulurkan buku hitam itu ke depan. Trisha menahutnya kasar lalu berbalik tanpa kata.

Lihat selengkapnya