Jules Main Manor, 19XX
Adelaine bergegas masuk kembali ke dalam rumah setelah mendengar seruan suaminya yang kesakitan. Wanita muda 23 tahun tersebut lantas pergi meninggalkan barang-barang bersama kusir dan kereta sewaan mereka.
"Oswald?" Adelaine memanggil sembari kedua kakinya berlari kecil, matanya melirik ke segela arah untuk menemukan Oswald.
Sampai di ruang tamu yang kosong, ia menemukan suaminya mengerang pelan dengan tongkat tergeletak di sampingnya. Adelaine buru-buru menghampiri Oswald, memberikan tongkat itu ke tangannya dan membantunya berdiri. Oswald menghembuskan nafas lega.
"Aku seharusnya menunggumu,"
"Memang!" Adelaine tampak kesal. Dari raut wajahnya, perempuan itu khawatir setengah mati sampai emosinya naik ke ubun-ubun. Oswald hanya tersenyum kecil rasa bersalah kepada istrinya yang baru saja panik.
"Jangan marah begitu, aku hanya tidak ingin merepotkanmu." Oswald meraih ke arah suara Adelaine, mencari-cari pipi sang istri sebelum kemudian mengecupnya lembut. Mereka berjalan bersama keluar rumah sebelum Adelaine masuk kembali ke dalam rumah.
Tidak berapa lama, perempuan berambut kecokelatan itu keluar rumah dengan membawa beberapa barang lagi, kali ini dengan ukuran yang lebih kecil dari sebelumnya. Di pekarangan, tampak Oswald yang termenung, menghadap ke arah rumahnya yang cukup besar dan mewah. Meratapi seakan-akan dia bisa melihat bangunan itu. Mungkin, baru kali ini dia tahu bagaimana rasanya kehilangan sebuah rumah, sebuah manor.
Manor Jules sendiri sudah berdiri sejak puluhan tahun yang lalu, tepatnya dibangun saat kejayaan Elijah Jules, kakek Oswald. Bisnis keluarga mereka sangat sukses, tapi kesuksesan itu berangsur reda pasca meninggalnya tuan dan nyonya rumah Jules, ayah dan ibu Oswald. Sebagai anak tunggal, ia meneruskan perusahaan tersebut bersama satu orang kepercayaan. Sayangnya, orang tersebut adalah kesalahan terbesar yang pernah dibuat oleh Oswald.
Adelaine -dibantu oleh si kusir- menaruh barang terakhir pada kereta mereka, sebelum berjalan ke arah suaminya yang tidak bersuara dari 5 menit yang lalu. Perempuan itu memeluk lengan Oswald.
"Jangan terlalu sedih," Adelaine berusaha menghiburnya, "bangkrut bukanlah sesuatu yang hanya terjadi pada kita. Orang-orang bilang, dalam dunia bisnis, itu sudah biasa."
Oswald menoleh kepadanya, "masalahnya aku tidak suka membuatmu kesusahan, dove,"
"Kau harus menikah dengan lelaki buta sepertiku. Dan ketika aku berusaha untuk jadi lebih berguna, menjalankan perusahaan walau aku seperti ini, kita malah bangkrut," Adelaine menatap manik hijau Oswald sebelum pria itu memalingkan wajahnya.
"Aku hanya membuatmu menderita, Adelaine."
"Jangan berkata begitu, aku tidak apa-apa."
"Kau pikir aku akan mempercayai itu?"