Pagi-pagi buta, Adelaine sudah bangun. Perempuan itu mengeratkan rambut cokelat bergelombangnya menjadi cepolan. Dikenakannya sebuah kemeja atasan putih dengan lengan kain berbentuk seperti balon, lalu rok pensil panjang dengan detail garis-garis berwarna biru tua. Adelaine bergegas membersihkan bagian rumah yang belum terjangkau-- dapur, ruang makan, ruang tamu, ruang baca, dan taman depan plus belakang. Sangat sibuk memang, harus membereskan semuanya seorang diri. Tapi, mau bagaimana lagi?
Adelaine mengelap meja-meja dapur sampai dia bisa melihat refleksi bayangannya sendiri terpantul di permukaannya. Sembari tangan dan tubuhnya terus bergerak untuk menyelesaikan pekerjaan, pikirannya kerap melayang nan jauh. Adelaine masih tidak dapat menghentikan kepalanya untuk terus mengulang kejadian semalam. Sejujurnya, Adelaine tidak pernah menyangka bahwa Regis akan berkata demikian. Dia juga sama kagetnya ketika Oswald seakan mengiyakan tawaran tersebut.
Oh, Oswald, betapa besarnya ambisimu untuk sembuh.
Adelaine berniat untuk melanjutkan bersih-bersihnya usai memasak sarapan. Dia tahu bahwa beberapa saat lagi, Oswald akan bangun dan memanggil minta bantuan ke kamar mandi. Adelaine menata meja makan serapih mungkin. Sarapan yang cukup sederhana, menghitung uang tabungan yang terbatas. Dia tidak boleh menghambur-hamburkannya untuk makanan mewah yang biasa disajikan oleh para pelayan di manor Jules.
Tak berapa lama, terdengar seruan Oswald dari kamar tidur. Terdengar pula ketukan tongkatnya yang menjadi penunjuk arah. Karena baru saja pindah, Oswald harus kembali menyesuaikan diri dengan sekitarnya. Mengetuk dan meraba kesana-sini. Setidaknya, sampai dia bisa menghafal posisi dan letak ruangan yang lebih minimalis daripada rumah mereka yang sebelumnya.
Adelaine mengeringkan tangannya dengan celemek, buru-buru melepasnya dan menghampiri Oswald yang sudah berdiri di sisi tengah ruangan depan tempat tidur. Oswald menatap kosong pada satu arah, tangannya meraba sesuatu yang membuatnya berhenti memanggil Adelaine. Istrinya yang melihat hal itu lantas mendekat dan mengetahui apa yang dipegangnya.
"Masih disini, di tempat yang sama." Oswald meraba kaca bingkai dengan pelan, menyeret jemarinya lembut dari satu sisi ke sisi yang lain. Pria itu tidak dapat melihat apa yang dipegangnya, tetapi memori dan inderanya mengenali hal itu. Hatinya "melihat" foto itu.
"Salah satu foto yang diambil di tempat ini. Dulu sekali, waktu Kakek Elijah masih hidup." Oswald mulai bercerita.