Pukul 21.05 Aku sampai di depan rumahku, Reina yang mengantarku langsung pulang dan menolak tawaranku untuk mampir ke rumah sebentar.
" Okey Rein, makasih ya! Udah nganterin gue. Beneran gak mau mampir dulu nih?" Tawarku yang hendak turun dari mobil.
"Enggak Al, kapan-kapan aja deh. Udah malem juga kan soalnya.Salam buat Ibu sama kak Arsya ya!"
"Okey deh kalau gitu, hati-hati ya!" Pamitku sembari menutup pintu mobil.
"Iya, siap besti."
Aku masuk rumah dengan perasaan yang aku sendiri bingung tak bisa aku jelaskan. Wajah laki-laki itu terus terbayang dan berputar-putar di otakku seperti komedi putar. Bang Arsya yang saat itu duduk di ruang tamu tiba-tiba menyela langkahku.
"Eh, adik Abang udah pulang. Kok senyum-senyum gitu sih? Kesambet ya?"
Bang Arsya adalah kakakku yang kadang dewasa namun iseng juga. Aku lahir di keluarga sederhana, aku tinggal bersama kakak dan Ibuku, jangan tanya ayahku kemana. Ayahku sudah bahagia di surga. Meski kami hanya tinggal bertiga, kami saling support, saling memahami satu sama lain.
"Enak aja, enggak ya!" Balasku kepada kakak terbaikku.
" Lah itu, kenapa senyum-senyum sendiri masuk-masuk ke dalam rumah?" Tanya kak Arsya yang masih penasaran.
" Ih kepo amat sih, dah ah aku mau bersih-bersih dulu." Aku kemudian melangkahkan kaki pergi dari hadapan kak Arsya.
Aku berjalan menuju kamar, lalu menghampiri ibu saat sedang menyiapkan makanan di meja makan.
" Wah, sepertinya enak nih masakan Ibu."