Ternyata setelah masa OSPEK berakhir, kelas kami dipecah belah lagi, ada beberapa teman baru yang masuk lewat program reguler dan tidak ikut matrikulasi sepertiku.
Aku dan yang mengikuti program itu sudah pernah merasakan yang namanya kuliah dan belajar. Setelah dipecah belah, di kelasku hampir 50 persen didominasi oleh orang Subang. Banyak anak rantau dari daerah sana. Sisanya campuran tapi masih sekitaran Jawa Barat. Penduduk asli Kota Bandung dan tidak merantau, hanya beberapa orang saja, sisanya mereka ngekos sekitaran kampus. Tapi, hanya aku saja yang tinggal di rumah singgah dan tidak perlu memikirkan biaya ngekos dan makan. Jika dipikirkan, mungkin aku adalah salah satu orang yang beruntung di antara mereka.
Banyak hal yang dipelajari semasa kuliah meskipun aku masih berada di titik start. Dari mulai gaya bicara orang Subang, aku baru tahu kalau gaya bicara orang Subang itu khas. Unik saja aku dengar, sampai membuat aku tertawa. Sampai pergaulan yang lebih bebas, contohnya merokok tak takut ditegur atau ditangkap oleh Dosen. Kalau zaman sekolah, murid yang merokok itu akan kena hukuman dari Guru BP. Kalau kuliah.
Aku adalah mahasiswa yang bisa dibilang nyebrang jurusan. Seperti yang sudah aku ceritakan sebelumnya bahwa waktu SMA aku ambil jurusan IPA dan tidak kenal yang namanya Akuntansi. Pertama masuk ke kelas terasa menjadi orang paling bodoh. Tapi ternyata ada yang senasib denganku, namanya Ica dan Rini.
Ica berasal dari Subang sedangkan Rini dari Cianjur. Ica dulunya sekolah kesehatan, tapi sering bolos karena gak suka, katanya sih, gak kuat liat darah jadi akhirnya keluar dan ayahnya masukin dia ke kampus itu. Kalau Rini, katanya jurusan IPA, sama sepertiku, anak yang malas kuliah sebenarnya, daftar kesini dan ambil Jurusan Akuntansi pun dipilih oleh Ibunya. Ya, anak satu-satunya katanya harus berbakti dan nurut. Mereka berdua adalah Mahasiswa yang datang dari program reguler. Aku pun baru mengenalnya.
Awal aku masuk dan belajar Akuntansi, ya, banyak bengongnya. Planga plongo tak tahu apa yang Dosen ajarkan. Jurnal, laporan keuangan dan nama-nama akunnya pun aku tak paham, sering ketuker tuker. Ah! Pokoknya aku jauh di belakang dari mereka yang masuk Jurusan Akuntansi karena dari SMK atau IPS yang menjurus ke Jurusan Akuntansi. Hanya aku, Ica dan Rini yang senasib dan hal itu pun membuat kami jadi dekat dan berkawan.
"Debet itu apa sih, dan kredit itu apa?" Tanyaku pada teman sekelas. Namun mereka malah menertawakanku, katanya itu adalah pelajaran Dasar Akuntansi. Jika tak tahu, namanya keterlaluan.
Mau bagaimana, memang aku tidak tahu. Namun aku tak patah semangat untuk mencari tahu. Aku belajar siang dan malam. Aku pelajari buku pamungkas ciptaan Pak Rudi. O, Ya, Pak Rudi adalah Dosen sekaligus Ketua Jurusan Akuntansi di kampus. Buku ciptaannya tebal dan banyak soal daripada teorinya. Aku lahap buku itu dan aku pelajari. Dari mulai pengertian sampai contoh soal.
"Semangat banget sih yang jadi MaBa," goda Mar yang melihatku belajar lebih giat dari biasanya.
"Eh, Mar, kamu tau gak Akuntansi itu apa?"
"Bagian dari Ilmu Ekonomi," kata Mar.
"Itu kamu pintar, ajari aku, boleh?"
"Mana bisa."
"Loh, kirain bisa"
"Aku kan satu jurusan sama kamu, satu kelas pula, emangnya kita belajar Akuntansi pas SMA?"
“Nggak, sih.”
“Yang jelas, belajar Akuntansi itu ibarat kamu beli jajan ke warung.”
“Maksudnya?”
“Kamu punya uang 1000 dijajanin 500, tinggal 500 lagi dan kamu catet tuh pengeluarannya, jangan lupa pake jurnal.”
“Tau darimana?”